Terverifikasi Administratif dan Faktual oleh Dewan Pers
akhir ini Fergie terlihat lebih respek kepada tim asal Eastland tersebut.
Julukan yang terkesan merendahkan itu bermula ketika City diambil alih pengusaha dari Abu Dhabi, Sheikh Mansour. City langsung berubah drastis, dari tim yang biasa-biasa saja, bahkan Fergie pernah menyebutnya tim kecil, menjadi tim yang kaya raya dan banyak mendatangkan nama-nama besar.
Sontak, perubahan tersebut membuat City berkoar akan segera melengserkan United dari singgasana sebagai penguasa Premier League. Namun apa daya, tanpa adanya mental juara, The Citizen selalu saja gagal untuk menjadi penguasa baru. Bahkan untuk menjadi sekedar penghuni empat besar saja mereka tidak mampu.
Telinga Fergie tentu saja panas dengan mulut besar kubu The Citizen. Melihat timnya masih lebih superior, Sir Alex tidak sungkan untuk menyebut City sebagai tetangga berisik yang hanya bisa bicara tanpa bisa membuktikan apa-apa.
Namun, perkembangan City setelah kedatangan Roberto Mancini ternyata sangat pesat. The Citizen mulai bisa menggoyang hegemoni klub-klub tradisional Premier League, seperti Arsenal, Liverpool, Chelsea, dan bahkan United sendiri.
Fergie awalnya tidak langsung menilai City sebagai ancaman. Pria Skotlandia itu masih menyamakan The Citizen dengan Liverpool, yang hanya bisa menjadi pesaing namun pada akhirnya tidak bisa mencuri gelar dari United.
Musim ini, sudut pandang Fergie kembali berubah. Sir Alex mulai menyatakan City sebagai ancaman serius, mengingat ketatnya persaingan mereka dan melempemnya performa The Reds yang tertinggal hingga 37 poin dari United.
Perubahan sudut pandang Fergie sebenarnya mulai terlihat sejak musim lalu, kala City mencuri gelar Piala FA dari tangan Setan Merah.
"Kita selalu memiliki titik balik dalam hidup ini. Sekarang, kehidupan telah berubah. Lihat saja seseorang yang menang lotere dan berubah menjadi miliuner, apakah itu bukan sebuah titik balik kehidupan? Apapun bisa saja terjadi dalam hidup ini," ujar Fergie pada musim panas tahun lalu seperti dikutip dari The Independent.
Fergie juga terlihat lebih sopan kala mendapat komentar dari kubu Etihad. Contohnya beberapa saat lalu kala Fergie berhasil melewati rekor Sir Matt Busby sebagai manajer terlama Setan Merah, Sir Alex membalas ucapan selamat dari Kepala Eksekutif City, Brian Cook.
Tetap saja, Fergie adalah Fergie. Dirinya pasti panas jika Setan Merah diprovokasi. Patrick Vieira sudah merasakan keganasan Fergie yang menyebut United putus asa saat memanggil kembali Paul Scholes dari masa pensiunnya.
Di atas segalanya, Fergie menilai pertarungan dua klub sekota ini seperti klub yang dipenuhi anak muda melawan klub terkaya di dunia. Menurut Fergie, perbedaan paling mendasar antara United dengan City adalah cara mereka membangun fondasi tim.
"Setidaknya kami mencoba membangun tim lewat pengembangan pemain muda, bukan secara instan," imbuh Sir Alex kala diwawancara sebuah stasiun televisi asal Prancis.
Jelang laga Derby Manchester, yang disebut-sebut terbesar sepanjang sejarah, di Etihad, Selasa (1/5) dini hari WIB, United dianggap memiliki keuntungan karena skuadnya diisi pemain-pemain berpengalaman, seperti Ryan Giggs, Rio Ferdinand, dan Paul Scholes. Ternyata, respon Fergie sangat mengejutkan. Entah karena merasa tertekan atau kurang percaya diri, Sir Alex menolak semua anggapan itu.
"Saya rasa semua itu tidak relevan lagi sekarang. Ini hanyalah sebuah pertandingan yang telah dijadwalkan dan kebetulan momennya tepat, sehingga laga ini ditunggu-tunggu semua orang," imbuhnya.
Pada akhirnya, harus diakui City memang telah menjelma menjadi Liverpool dalam pikiran Sir Alex. Sebuah tim yang selama bertahun-tahun harus selalu dikalahkan dalam segala hal.
Jika situasi ini berlanjut dalam koridor tepat, yang diuntungkan tentu saja penikmat sepak bola. Bukan tidak mungkin, Derby Manchester kali ini menjadi awal dari Derby-derby dahsyat lain di masa depan.