Terverifikasi Administratif dan Faktual oleh Dewan Pers
Akhir pekan ini dua dari tiga tim bermesin Mercedes akan jadi pusat perhatian. McLaren sedang menurun drastis di mana Hamilton dan Button kesulitan di dua balapan terakhir, sementara Mercedes berharap kemenangan kandang buat Schumacher dan Rosberg di depan Red Bull dan Ferrari di GP Jerman.
Yang juga kontras adalah tim ketiga, Force India, yang menghilang dari peredaran di beberapa seri terakhir. Mereka dikalahkan baik oleh 'the big four' maupun sesama rival papan tengah, Lotus, Sauber, dan Williams.
Sementara itu di India, bagian penting dari bisnis milik team principal Force India, Vijay Mallya, sedang goyah. Kingfisher Airlines, yang pernah berjaya, sedang berjuang untuk bertahan.
Banyak dari pegawai maskapainya sedang mogok kerja karena tak dibayar dan armada telah menyusut hingga tinggal sekitar selusin saja. Sisanya kalau tidak dimiliki lagi oleh perusahaan leasing atau diparkir saja karena ketiadaan suku cadang.
Ada yang bertanya apakah tekanan bisnisnya ini memengaruhi tim F1-nya juga. Tanda-tandanya adalah walau sudah ada tambahan finansial dari co-owner Subrata Roy, di mana Sahara Group miliknya memiliki 42,5 persen saham tim, pembatasan anggaran ini telah menghambat pengembangan tim.
Perlu diingat bahwa di awal musim sasis Force India VJM-05 adalah salah satu mobil tercepat di lintasan. Pada tes pramusim kecepatannya mengimbangi McLaren dan Red Bull.
Sejak itu tim-tim lain telah melampaui kehebatan Force India dalam pengembangan mobil, dan di saat semua tim memasuki fase kritis maka tekanan buat Force India bahkan akan bertambah besar. Di periode ini tim harus secara simultan mempertahankan tingkat kompetitif mereka sekarang, sambil juga mesti memfinalisasi rancangan dan pengembangan mobil tahun depan.
Bahkan tim-tim sebesar Red Bull dan Ferrari telah mengaku sulit mencari keseimbangan sumber daya untuk mengerjakan keduanya. Ketika SDM terbatas tentu akan lebih sulit mencari keserasian langkah.
Kita harus lihat juga bahwa masa depan Force India tak perlu diragukan lagi, bahwa mereka bisa bertahan. Mereka punya komposisi pebalap dan tim teknis kuat, sponsor bagus (walau kebanyakan dari grup Mallya), dan tentu adalah juga dukungan dan kebanggaan dari salah satu negara terkuat di dunia.
Perlu diingat pula bahwa Dr Mallya-lah yang membuat gairah F1 di India. Dialah yang pertama melihat tingginya tingkat kesukaan akan olah raga ini dan berkomitmen untuk mengarunginya.
Kembali ke tahun 2007, Mallya memimpin konsorsium bersama Michiel Moy untuk membeli tim Spyker F1 seharga 90 juta euro, dan menamainya dengan Force India. Sejak itu Dr Mallya telah berinvestasi SDM tim teknis, bekerja sama dengan tim McLaren, dan tak kalah penting, mempromosikan tim baik di India maupun ke seluruh dunia. Force India sekarang sudah menjadi nama global dan Formula 1 sudah menjadi mapan namanya di deretan olah raga di India.
Akhir pekan ini di Hockenheim, ada motivasi lebih kuat buat tim Force India, yang butuh bangkit dari kegagalan mereka di GP Inggris, padahal sebelumnya mereka mendapatkan raihan bagus di Valencia dengan finis ke-5 dan 7.
Perjalanan lomba Nico Hulkenberg terhalang posisi start ke-14 hasil kualifikasi di lintasan basah. Paul Di Resta paling tidak start dari sepuluh besar, tapi langsung terhenti karena menjadi korban keganasan Pastor Maldonado si pengembara.
Di saat harapan publik Jerman tertuju pada Schumacher atau Rosberg, atau pemenang di Hockenheim 2010 yang kontroversial, Fernando Alonso, tetaplah perhatikan penampilan duet Force India. Pencapaian mereka akan menjadi penting bagi kelangsungan tim ini di masa depan.
Steve Slater adalah komentator F1 di ESPN STAR Sports.