Terverifikasi Administratif dan Faktual oleh Dewan Pers

Sepuluh Dari Tim Pra Piala Dunia

By Caesar Sardi - Jumat, 30 November 2012 | 09:00 WIB
Sinyo Aliandoe melatih tim Pra Piala Dunia-nya di Senayan. (Dokumentasi Tabloid BOLA)

pemain yang kelak akan dipilih. Untuk nomor ini, sepuluh pemain belakang dan kiper.

Bujang Nasril

Dialah pahlawan kompetisi Galatama tahun ini. Ia menjadi penentu bagi klubnya, Yanita Utama, untuk menjadi juara tahun ini. Ia juga merupakan contoh terbaik bagi para pemain yang pernah terlibat skandal suap.

Sejak Yakob Sihasale almarhum mengangkatnya kembali setelah tenggelam dalam dunia "hitam", Bujang benar-benar tampil secara spektakuler. Ia senantiasa tampil habis-habisan. Inilah salah satu kunci sukses Yanita jadi juara. Ia menjadi benteng tangguh, apalagi sejak duet dengan Herry Kiswanto.

Lahir di Jambi 7 Maret 1959. Pernah ikut PSSI Pratama ke Korea. Selebihnya Bujang hanya merupakan pemain klub saja.

Tonggo Tambunan

Ini anak Medan asli. Lahir dan besar di ibukota Sumatera Utara itu. Tepatnya pemuda berbintang Pisces ini dilahirkan 11 Maret 1959. Berkali-kali terpilih sebagai back nasional, bekas andalan Pardedetex yang sekarang memperkuat Arseto Solo ini berdarah dingin. Dalam mengawal pertahanan, Tonggo terkenal paling tenang.

Pemain yang ditemukan almarhum Sulaiman Siregar dan Ramli Yatim ini mengawali karirnya di PS Surya Sakti Medan, kemudian memperkuat bond PSKB Binjai di tahun 1978.

Pengagum almarhum John Kennedy ini boleh dibilang pemain paling berbahagia dari seluruh anggota pelatnas. Soalnya sejak Pardedetex tak menentu rimbanya, ia tak pernah bermimpi menjadi pemain nasional lagi.

M. John

Memiliki postur tubuh cukup atletis, M. John satu tahun terakhir ini menjadi back yang cukup berprestasi. Selama musim kompetisi Galatama di mana klubnya, Yanita Utama, menjadi juara baru, hanya sedikit sekali gol yang lahir dari sektornya.

Dalam mengawal lawan dan menjaga daerah, John mampu menjadi tembok tangguh. Bahkan kelincahan Zulkarnaen Lubis sekali pun dapat dijinakkannya dengan mudah. John yang dibesarkan pelatih Yakob Sihasale almarhum, juga berani main keras dan pantang menyerah.

Tetapi pemuda kelahiran Jambi, 11 September 1961 ini masih memiliki kelemahan. Gerakan baliknya masih terasa berat dan sulit dilakukan. Jika pemain sayap lawan memiliki kecepatan lari luar biasa, John memang sulit menaklukannya.

Namun bekas pemain Jaka Utama ini menutup kelemahannya dengan selalu berada pada posisi yang tepat untuk menjaga dan menutup daerahnya dari gempuran lawan. Ia juga mampu menjadi pengumpan berbahaya, di samping tendangannya cukup keras.

Aun Harhara

Ini adik bekas back nasional tahun 1976 yang terkenal dingin, Sutan Harhara. Tak suka banyak bicara, baik di lapangan maupun di luar lapangan. Tetapi jika sudah berada di tengah tim, ia menjadi amat sulit dilewati meski sebenarnya tubuhnya tidak terlalu kokoh.

Besar di klub Jayakarta, mahasiswa UKI ini juga bukan orang baru dalam tim nasional, walaupun juga tidak bisa disebut sebagai langganan tim nasional. Pengalamannya berguru selama setengah tahun di Brasil bersama PSSI Binatama sangat banyak pengaruhnya
dalam peningkatan prestasi.

Tahun 1982 ia bergabung dengan Tunas Inti. Prestasi pengagum Muamar Khadafy dan Idi Amin ini semakin menonjol. Sayang tidak didukung ketangguhan fisik. Lahir sebagai anak ketujuh dari 11 bersaudara keluarga Harhara, 9 September 1957.

Benyamin Van Breukelen

Masih terlalu muda untuk tugas seberat Pra Piala Dunia, Benyamin Van Breukelen memang sama sekali belum berpengalaman. Tetapi seandainya terpilih, tentu masa depannya cukup bagus. Potensinya sebagai kiper lumayan besar. Eksplosif. Ia mampu memotong dengan baik bola-bola lawan.

Lahir di Medan, 4 Mei 1963, putra bungsu dari tujuh bersaudara keluarga Hainz Marinus Van Breukelen ini mengawali karir sepakbolanya baru pada 1976. Itu pun belum terlalu serius karena pada saat itu ia masih duduk di kelas enam SD. Tetapi setelah bergabung dengdn klub Perisai, ia terpilih untuk tim Piala Suratin PSMS Medan.

Tetapi pamornya kalah dari Eddy Harto yang kemudian jadi kiper Arseto dan nasional. Namun ia tidak putus asa. Di bawah pelatih Halim Panggabean, Taufik Lubis, dan Eddy Simon, Benny bertambah matang. Tahun 1983 ia hijrah ke Jakarta. Bergabung dengan klub PT Tempo. Kemudian dipilih oleh Sutan Harhara untuk mengawal gawang Tempo Utama. Dalam tahun itu juga, Agustus hingga Desember, pernah dipakai oleh PSSI Garuda. Tetapi kali ini ia kalah pamor dari kiper Hermansyah.

Dalam pelatnas sekarang nampaknya Benny (tinggi 176 cm dan berat 69 kg) punya setitik harapan. Walaupun masih terlalu pagi untuk memilihnya menjadi anggota regu terakhir.

Ristomoyo

Pemain hasil temuan si Bung (Joel Lambert) ini dibesarkan di MBFA, kemudian pindah ke Caprina, dibesarkan pelatih M. Fakur. Sejak tahun 1982 menjadi langganan PSSI hingga saat ini. Sejak tahun itu Moyo, panggilan akrabnya, selalu memperkuat PSSI dalam berbagai kejuaraan.

Selain bermain sebagai back, ia juga mampu menjadi pemain gelandang. Putra ke-12 dari 13 bersaudara ini dilahirkan di Malang, 3 April 1960. Ia juga termasuk sebagai pemain pendiam, jarang terlihat bergerombol dengan teman-temannya selama di pelatnas.

Sejak bermain untuk Caprina, kemajuan Ristomoyo makin terlihat. Ia menjelma sebagai gelandang yang mampu mencetak gol demi pol dalam kompetisi Galatama. Harapan baik.

Didik Darmadi

Jika terpilih, ini merupakan penampilannya yang kedua di babak penyisihan Pra Piala Dunia. Usianya memang masih cukup muda. Didha, nama panggilannya, lahir di Solo, 14 Maret 1960. Sejak tahun 1981 tak pernah absen dari tim nasional. Ia juga merupakan salah satu sisa PSSI Binatama yang masih tetap berjaya.

Pelatih yang membesarkannya adalah almarhum Djamiat Dhalhar dan Sutjipto Suntoro. Karirnya diawali di klub Adidas HWM Solo, kemudian besar di klub Warna Agung. Tahun 1982 ia hijrah ke Indonesia Muda. Seperti juga Moyo, Didha adalah pengagum Anwar Sadat almarhum.

Sebagai back, Didha mampu membuat gerakan eksplosif dan selalu menjadi bahan bidikan bagi para fotografer.

Warta Kusuma

Waktu dokter Endang Witarsa merekrutnya dari Bekasi Putra, orang banyak menyangsikan kemampuannya. Tetapi anak Bekasi yang lahir 26 Oktober 1962 ini tampil berdampingan dengan pemain paling senior Ronny Pattinasarani dengan bagus. Sejak di Warna Agung tahun 1982 itulah Warta dijuluki sebagai duplikat Ronny.

Postur tubuhnya juga mengingatkan orang pada Ronny, tinggi 178 cm. Tahun 1980, putra kedua keluarga H. Basoeki ini mewakili Indonesia di turnamen Lion City, Singapura. Kemudian pemah dipinjam beberapa waktu oleh PSSI Garuda. Pengalaman internasionalnya cukup banyak.

Tetapi ia seperti tak mampu menahan pujian. Acapkali dipuji, anak Bekasi ini menjadi lalai dan bermain di bawah kemampuan terbaiknya. Debutnya dalam tim nasional untuk kejuaraan resmi, baru sekarang. Itu pun jika ia terpilih.

Donny Latuperissa

Melihat postur tubuhnya, Donny Ericson Latuperissa, sebenarnya lebih cocok menjadi petinju. Tegap dan tangguh. Tetapi adik pemain Niac Mitra Tommy Latuperissa ini ternyata juga merupakan kiper potensial.

Anak didik Ipong Silalahi dan Yuswardi ketika masih di klub Pita Sutra Medan, ia pernah juga memperkuat PSMS Medan di tahun 1980-81. Tetapi seperti juga Benny, Donny kalah saing dari Ponirin, kiper terbaik se Sumatera Utara yang mempersembahkan gelar juara nasional bagi Medan.

Putera keempat dari lima bersaudara keluarga Latuperissa ini dilahirkan di Medan, 6 Juni 1963. Pengalaman internasionalnya cukup lumayan. Ia tergabung dalam tim PSSI Yunior ke Kejuaraan Asia yunior tahun 1982 di Singapura. Pengagum Ronald Reagan ini memiliki tinggi 178 cm dan berat 70 kg.

Antonius Cahyono

Meskipun tubuhnya termasuk kecil, tetapi sebagai back ia memiliki keistimewaan tersendiri. Bekas pemain klub SSS Semarang ini bukan hanya pandai bertahan, tapi juga mampu menusuk pertahanan lawan. Tampil cukup prima selama kompetisi Galatama lalu, ia juga mencetak satu gol.

Anton, nama akrab karyawan PT Tempo ini, dilahirkan di Semarang, 13 April 1957. Putra ketiga dari tujuh bersaudara keluarga Widodo, mengawali karirnya dalam dunia sepakbola tahun 1973. Ia ditemukan dan dibesarkan oleh Sartono, pelatih yang kemudian membawanya ke Tunas Inti, tahun 1979.

Bekas andalan PSIS Semarang ini pernah memperkuat Galatama Selection di bawah pelatih Iswadi Idris, tetapi tidak terpilih menjadi tim inti. Tahun 1977 pernah memperkuat PSSI Yunior.

(Penulis: Mahfudin Nigara - Tabloid BOLA, edisi no. 16 Jumat 15 Juni 1984)