Terverifikasi Administratif dan Faktual oleh Dewan Pers

Menggapai Tiket Ke Singapura

By Caesar Sardi - Senin, 3 Desember 2012 | 17:00 WIB
PSSI Garuda, harapan sepakbola nasional, berpose khusus untuk BOLA menjelang terjun ke tahap pertama perebutan Piala Asia 84 di Stadion Utama Senayan dan Stadion Sriwedari Solo, 6-18 Agustus ini. (Zaenal Effendi)

Dengan pesawat terbang, Singapura hanya berjarak satu jam 20 menit dari Jakarta. Tapi menuju ke sana dengan tiket khusus untuk ikut serta dalam putaran final kejuaraan sepakbola Piala Asia, Desember mendatang, bukanlah pekerjaan ringan.

Di stadion Utama Senayan dan Stadion Sriwedari Solo 6-18 Agustus ini, kesebelasan Indonesia harus bersaing dengan lima negara lainnya - Iran, Muangthai, Syria, Bangladesh, Filipina - untuk menggapai salah satu dari dua tiket babak penyisihan ini.

Seperti diketahui, putaran final di Singapura nanti akan diikuti sepuluh negara, termasuk tuan rumah dan juara bertahan Kuwait yang hadir tanpa melewati babak penyisihan. Sedangkan delapan tempat lainnya diperebutkan oleh 29 negara dalam empat grup, yakni Grup I (Indonesia), II (Arab Saudi), III (India), dan IV (Hongkong).

Dengan Iran, juara tiga kali, dan Muangthai, juara SEA Games 81 dan 83, berada dalam grup di Senayan dan Solo itu, bagaimanakah peluang Indonesia yang diwakili PSSI Garuda?

Ketua Umum PSSI Kardono maupun pimpinan proyek PSSI Garuda Sigit Harjojudanto telah sama-sama menyatakan optimismenya. "Kenapa harus pesimis?" begitu malah tangkisan Sigit.

Barbatana, pelatih asal Brasil yang dibayar Rp 7 juta per bulan sejak tahun lalu, juga menilai persiapan timnya sudah cukup matang, meski tidak cukup lama jika dipotong libur lebaran dan tinggal sebulan di Cimahi khusus hanya menempa fisik. "Kami sudah siap untuk tampil dalam kondisi puncak pada saatnya nanti," kata Barbatana melalui penterjemahnya, Gil Aves.

Ia juga tak merasa gentar sedikitpun terhadap reputasi Iran maupun Muangthai. "Saya sudah tahu kekuatan mereka," tukasnya. Yang belum diketahuinya benar justru faktor publik di Senayan maupun Sriwedari nanti.

Barbatana khawatir, dukungan publik yang berlebihan justru akan menjadi bumerang. "Sebab para pemain Garuda rata-rata masih muda. Mereka bisa terpancing emosi penonton. Apalagi, setelah bisa menjadi runner up turnamen Piala Raja di Bangkok dan mengalahkan Arab Saudi di Senayan, publik tentu mengharapkan kami memetik sukses lebih besar. Karena itu, berilah kami dukungan yang wajar," ujarnya kepada M. Nigara dari BOLA.

Harapan publik nampaknya juga wajar saja. Dengan bermain di kandang sendiri dan dipersiapkan dengan segala daya dan dana yang seperti dipompa habis oleh PSSI, pantas kalau Garuda diharapkan bisa setidaknya menjadi "dua yang terbaik" dalam Grup I ini.

Ada kekuatan sejarah juga yang membuat tuntutan itu menjadi lebih penting. Sejak penampilan perdana di Piala Asia 1968 melalui Sutjipto Suntoro dan kawan-kawannya, belum sekalipun Indonesia berhasil masuk putaran final. Karenanya, di tangan anak-anak muda Garuda itulah diletakkan kertas putih sejarah baru.

(Penulis: Mahfudin Nigara - Tabloid BOLA, edisi no. 23, Jumat 3 Agustus 1984)