Terverifikasi Administratif dan Faktual oleh Dewan Pers

Dua Sisi Mata Uang

By Andi Yanianto - Senin, 14 Januari 2013 | 15:24 WIB
Andik Vermansah, bersama Persebaya 1927 tidak bisa jorjoran menggaji pemain. (Nurdiansah)

Menjelang musim kompetisi LPI 2013, Komite Eksekutif (Komek) PSSI menerapkan kebijakan baru dengan membatasi pengeluaran klub.

Setiap klub LPI hanya boleh menggunakan dana maksimal sebesar Rp12 miliar untuk satu musim kompetisi. Hal ini dilakukan untuk tidak mengulang kejadian klub kolaps secara finansial dan terpaksa merasionalisasi gaji pemain.

"Kami tak ingin mengulangi kejadian musim lalu. Federasi bisa terkena sanksi. Kami juga ingin menerapkan kompetisi yang profesional seperti yang diinginkan FIFA," kata Sihar Sitorus, Anggota Komek PSSI.

Dari pembatasan maksimal Rp12 miliar, 60 persen anggaran harus digunakan untuk membayar gaji pemain, sementara 40 persen untuk operasional selama satu musim kompetisi.

Sambutan positif datang dari klub LPI. Mereka menilai ini akan berdampak positif. "Pembatasan anggaran harus dilakukan di Indonesia. Kompetisi di Indonesia belum mengarah ke sepak bola industri," kata Briyanto Anwar Syarief, manajer Persiba Bantul.

"Peraturan ini berdampak positif dan menjadi bagian dari prosesbelajar," ujarnya. Melalui pembatasan itu, manajemen klub memang belajar bagaimana mengelola klub secara lebih profesional. Mereka harus berhati-hati mengeluarkan uang.

"Bila diterapkan pasar bebas, dengan apa klub membayar gaji pemain? Konsorsium lebih mudah memperhitungkan dana yang dikeluarkan untuk klub. Ke depan diharapkan tidak ada persoalan gaji pemain," tuturnya.

PSM Makassar juga mendukung langkah ini. Juku Eja berharap semua klub mematuhinya. "Soal ideal atau tidak, itu bukan poin utama. Yang penting adalah setiap klub harus menjunjung tinggi azas fair play dalam menyikapi aturan ini," kata Rully Habibie, CEO PSM.

Sisi Negatif

Namun, aturan ini bisa berdampak negatif. Dengan adanya pembatasan tersebut, bisa tidak ada perbedaan antara klub-klub yang tampil di LPI.