Terverifikasi Administratif dan Faktual oleh Dewan Pers

Enzo Scifo: Anggrek Di Antara Semak

By Caesar Sardi - Rabu, 6 Maret 2013 | 09:00 WIB
Enzo Scifo. (Dok. Tabloid BOLA)

wartawan di Prancis. Di Jerman Barat, para kuli tinta yang bertahun-tahun menggarap sepakbola, memberikan predikat lain lagi: anggrek di antara semak. Semuanya ini ditumpahkan kepada Enzo Scifo, pemain gelandang Belgia yang untuk pertama kalinya tampil di pentas internasional melalui kejuaraan antar bangsa Eropa di Prancis kali ini.

Semua julukan itu bukan sekedar pemanis. Scifo memang kecil tubuhnya. Ia ibarat kancil di antara kuda-kuda. Ia baru bisa diharap jadi bintang di masa depan karena usianya memang masih muda. Scifo lahir di kota kecil Louviere, 19 Februari 1966.

Ia pemain terkecil dan termuda di antara 160 pemain dari delapan negara yang ambil bagian dalam putaran final kejuaraan sepakbola Eropa 1984 ini. Tapi, seperti dikesankan oleh julukan anak ajaib dan bintang itu, Scifo memang sama sekali bukan pemain pupuk bawang.

Ia terus-menerus menjadi pilihan utama di lapangan tengah dalam tiga kali pertandingan Belgia untuk memperebutkan tiket ke semifinal di Grup I. Umpan-umpannya, gerakan tipu, serta giringan bolanya memang menawan. Tak kalah dari Coeck, Vercautem, maupun Vandereycken, rekan-rekannya yang sudah jauh lebih berpengalaman.

Tak heran kalau ia langsung menjadi sasaran pujian ribuan pendukung Belgia maupun para wartawan dan pengamat ketika timnya menaklukkan Yugoslavia 2-0 di pertandingan pertama.

Sayangnya memang, si kecil Scifo ini belum mampu mencetak gol dalam arena pertandingan internasional penuh sekeras kejuaraan Eropa ini - gelanggang terbesar setelah perebutan Piala Dunia. Maka ia, misalnya, masih belum apa-apanya jika dibandingkan dengan Pele yang dalam usia 17 tahun telah tampil semarak, membantu Brasil memenangkan Piala Dunia 1958.

Dalam kejuaraan Eropa sekarang ini pun Scifo masih belum bisa ditandingkan dengan misalnya Michel Platini, sang maha bintang Prancis yang dalam posisi serupa - sebagai gelandang penyerang - telah menghasilkan 8 gol hingga semifinal.

Platini, bagi Scifo, itulah pemain idamannya. "Ia pemain idola saya. Pemain model yang saya ingin samai," katanya seperti dikutip koran olahraga L'Equipe maupun Bild.

Bukan hanya itu, Scifo juga amat mengagumi Juventus, klub kenamaan Italia tempat Platini mengharumkan namanya sendiri maupun klubnya. "Sejak kanak-kanak saya sudah mengagumi Juventus. Posternya saya tempel di dinding kamar saya," tambahnya.

Ini memang agak berlebihan, sebab Scifo sendiri, sejak usia 14, sudah ditarik ke Anderlecht, klub Belgia yang tak kalah mentereng di Eropa. Bahkan dari kontraknya dengan klub itu Scifo mampu membelikan rumah mewah bagi orang tuanya.

Di sinilah juga soalnya. Ayahnya, Agostino, adalah buruh miskin imigran Italia. Bahkan Scifo baru resmi menjadi warganegara Belgia pada 9 Juni, hanya tiga hari sebelum kejuaraan Eropa ini dimulai.

"Mengapa tak seorang pun memberitahu kepada saya mengenai bocah ini? Kalau tahu, sudah saya boyong ke Italia".

Ini ucapan Enzo Bearzot, manajer pelatih yang mengantarkan Italia jadi juara dunia 1982 itu. Ia memang pantas kecewa. Tak lama lagi bocah ini pasti jadi anggrek, bintang, ajaib!

(Penulis: Sumohadi Marsis, Tabloid BOLA edisi no. 18, Jumat 29 Juni 1984)