Terverifikasi Administratif dan Faktual oleh Dewan Pers

Sarwo Edhie: Darah Segar Untuk Memimpin Taekwondo

By Caesar Sardi - Rabu, 6 Maret 2013 | 14:00 WIB
Sarwo Edhie Wibowo. (Dok. Tabloid BOLA)

nya sendiri menyebut keadaan mereka sejak mula pertama olahraga beladiri asal Korea ini dikembangkan di negeri ini, sebagai "anak jalanan".

Maksudnya, kira-kira, bahwa mereka seperti tak terurus. Memang ada pengurus, tapi tak pernah cukup lama bisa bertahan. Hasilnya juga tak banyak. Hingga kini misalnya baru DKI Jaya dan DI Yogyakarta saja yang ada pengurus daerahnya.

Karena itu kini mereka mengharapkan, siapapun yang kelak akan memimpin PBTI (Pengurus Besar Taekwondo Indonesia), hendaknya yang lebih menonjol adalah para "tehnokrat"-nya.

Harapan itu nampaknya cukup besar tertumpah pada Letjen (Purn) Sarwo Edhie Wibowo, bekas Komandan RPKAD, Dubes RI di Korsel, Irjen pada Deparlu dan kini Ketua BP7. Pak Sarwo mereka anggap sebagai tokoh yang tepat untuk menerima mandat dari KONI Pusat.

Tapi Pak Sarwo sendiri, dalam wawancaranya dengan Ignatius Sunito dan Mahfudin Nigara dari BOLA, rupanya tak berniat memimpin langsung PBTI. Berikut ini wawancaranya.

Apa motivasi bapak menerima mandat dari KONI Pusat itu? Apa langkah yang akan bapak tempuh?

Saya menerima tugas ini sebab tidak ada orang lain lagi di tubuh taekwondo kita. Padahal pengurus besar sekarang demisioner, tak ada yang mengurus, sehingga kegiatannya pun nol. Daripada bubar sama sekali, saya terima tugas itu. Masalahnya harus diatasi.

Sebenarnya persatuan dalam tubuh taekwondo kita sudah ada. Hanya memang masih ada permasalahan yang harus segera diatasi agar memuaskan semua pihak. Kita harapkan nantinya persatuan itu adalah persatuan yang sebenar-benarnya.

Saya sudah mengirim surat ke daerah-daerah agar mereka menyelenggarakan musyawarah daerah. Sesudah itu kita melangkah ke musyawarah tingkat nasional. Musda itu sebetulnya sudah harus mereka laksanakan bulan Juni ini. Tapi karena sekarang puasa, jadi diundur sampai bulan Juli. Yang jelas, Munas harus sudah bisa diselenggarakan Agustus, sesuai dengan ketentuan KONI Pusat. Kalau tidak, kita tidak disertakan dalam PON XI.

Munas untuk penyatuan administrasi mungkin lebih mudah. Yang sulit adalah penyesuaian masalah teknis dari dua wadah dengan kiblat sendiri-sendiri. Bagaimana mengatasi hal ini?

Harapan saya, dari Munas itu nanti kita akan bergerak. Jadi setelah terpilih pengurus baru, kita akan dorong agar PB diberi tugas yang sudah disepakati bersama dalam Munas.

Katakanlah Munas itu MPR-nya. Tugasnya membentuk dan melantik pengurus yang sekaligus diberi GBHN. Dalam GBHN itu tentunya sudah tercakup program jangka pendek seperti menghadapi PON XI. Sedangkan program jangka panjangnya disesuaikan dengan tahapan-tahapan yang akan dicapai.

Apakah betul tugas bapak hanya mengantar taekwondo kita ini sampai ke Munas saja? Artinya, jabatan ketua umum misalnya, akan diserahkan kepada orang lain? Bagaimana kalau mereka memilih bapak juga?

Memang tugas saya sesuai dengan mandat dari KONI Pusat hanya sampai Munas. Saya sendiri memang condong pada pikiran bahwa taekwondo kita sebaiknya dipimpin dengan fresh blood. Darah segar. Generasi muda yang dinamis, demi kesinambungan.

Saya ini sudah terlalu sibuk. Kalau terlalu banyak jabatan yang saya pegang, saya malah khawatir nanti bisa mrucut (lepas).

Sebagai eks Dubes di Korsel, tentunya bapak mengetahui seluk beluk taekwondo di negara asalnya. Dengan KONI Pusat hanya mengakui taekwondo yang berkiblat pada WTF, bukankah jalan yang akan bapak tempuh sudah licin?

Dikatakan licin, ya licin. Tapi bisa saya beritahukan, sebenarnya perpecahan taekwondo di tingkat internasional itu berbau politik. Sekelompok orang Korea tertentu mendirikan wadah taekwondo tandingan di Kanada karena mereka berselisih paham dengan pemerintahnya, waktu itu. Ini menyangkut orang-orang Korsel yang tidak mau kembali ke tanah airnya. Belum ada dua bulan ini, ada juga seorang dubes di Jakarta yang datang ke KONI Pusat untuk mencoba mempengaruhi masalah taekwondo ini.

Saya tekankan di sini, taekwondo Indonesia jangan sampai terpengaruh. Kita jangan sampai terlibat dalam soal politik orang lain. WTF sudah menjadi anggota IOC, Komite Olimpiade Internasional. Melalui mereka taekwondo juga sudah dijadwalkan akan ikut dipertandingkan dalam Olimpiade 1988 di Seoul. Karena itu wajar kalau KONI Pusat juga mengakui kiblat ke WTF.

Kami dengar bapak sudah mempertemukan tokoh-tokoh WTF dan ITF kita, dan kemudian mereka juga sudah membuat pernyataan bersama. Apa isi pernyataan itu?

Pernyataan itu sebagai lanjutan dari pertemuan pendahuluan. Wajarkan kalau pertemuan yang berlangsung berjam-jam mengeluarkan pernyataan bersama?

Pernyataan itu antara lain berupa dukungan terhadap keputusan KONI Pusat agar taekwondo kita berkiblat ke Kukiwon saja. Selain itu juga dinyatakan dukungan terhadap kepemimpinan saya dalam menjalankan tugas dari KONI Pusat ini. Itu garis besarnya.

Pada pokoknya dalam Munas nanti akan dibicarakan semua masalah yang mendesak. Termasuk - kepengurusan baru, AD/ART, program kegiatan, dan lain-lain. Soal-soal kecil seperti gashuku misalnya, tak perlu dipermasalahkan. Hanya menghamburkan biaya saja.

Bagaimana kriteria pimpinan yang bapak inginkan untuk menduduki jabatan ketua umum? Sudah ada calonnya?

Yang terang ia harus muda dan dinamis. Tidak punya latar belakang politis yang meragukan. Berwibawa. Kalau bisa, dari segi finansial dia juga bisa membantu - entah dia itu pejabat pemerintah atau swasta. Saya memang sudah punya calonnya. Tapi tunggu saja.

Mengenai saya sendiri, sekalipun menolak untuk menjabat ketua umum, tapi tidak berarti akan meninggalkan taekwondo begitu saja. Saya punya kewajiban moral untuk tetap mendorong perkembangannya. Sebab saya sudah terlibat dari sejak permulaan.

(Penulis: Ignatius Sunito, Mahfudin Nigara, Tabloid BOLA edisi no. 18, Jumat 29 Juni 1984)