Terverifikasi Administratif dan Faktual oleh Dewan Pers

Jupp Derwall Kecewa, Keluarga Bahagia

By Caesar Sardi - Kamis, 7 Maret 2013 | 17:00 WIB
Jupp Derwall bersama keluarga, Patrick, Manuela, dan Ny. Elizabeth. (Dok. Tabloid BOLA)

Akibat pemberitaan pers yang memojokkan, pelatih kesebelasan nasional Jerman Barat, Jupp Derwall, ternyata mengalami pukulan jiwa amat berat. Ini dikatakan bendahara Bundesliga, Egidius Braun, kepada mingguan berbahasa Jerman Bild am Sonntag pekan lalu.

Merasa terpukul, kecewa dan luka, Derwall (57) mengundurkan diri dari jabatannya sekembali dari kejuaraan Eropa di Prancis. Ia mencari kedamaian dan tempat pelarian dalam keluarganya. Itulah satu-satunya tempat yang paling memberikan rasa aman terhadap dirinya.

"Seluruh keluarga kami ikut menanggung beban akibat pemberitaan kejam, sepihak, dan jahil tentang ayah kami belakangan ini," begitu dilontarkan Patrick Derwall (19) sang putra, di rumah tempat berlibur keluarga di Swiss.

Tapi syukurlah, katanya, di saat-saat sukar itu Derwall jadi lebih dekat dengan isteri dan anak-anaknya. "Hubungan saya dengan ayah kini bukan lagi sebagai bapak dan anak, tetapi lebih sebagai sahabat," ujar Patrick.

Derwall sendiri , seperti orang-orang Rhein lainnya yang ramah dan terbuka, saat ini memang sangat memerlukan seorang sahabat. "*Kecuali Anda, sementara ini kami menutup pintu bagi para wartawan. Mereka sudah cukup merepotkan kami," katanya kepada wartawan Bild am Sonntag.

Tentang pengunduran diri Derwall, tak seorang pun sebenarnya betul-betul gembira selain Elizabeth Derwall, sang isteri. Dalam percakapan terdahulu dengan Bild, ia nyaris tak bisa menyembunyikan kebenciannya terhadap jabatan suaminya yang penuh ketegangan dan jadi sumber permusuhan itu.

"Makanya saya setiap hari berdoa agar masa pensiun suami saya cepat datang. Kalau dia melepaskan sepakbola, keluarga kami tentu akan lebih baik," tutur Elizabeth tanpa merasa bahagia atas bayaran jutaan dolar yang diterima sang suami.

Patrick berpendapat sama. "Bahwa ayah saya sekarang berhenti sebagai pelatih, ini membuat keluarga kami merasa lega. Di satu pihak, memang kami menginginkan ayah menjadi seorang pelatih besar. Tetapi di pihak lain, kami pun gembira bahwa akhirnya semua itu disudahi," katanya.

(Penulis: Hikmat Kusumaningrat, Tabloid BOLA edisi no. 19, Jumat 6 Juli 1984)