Terverifikasi Administratif dan Faktual oleh Dewan Pers
betul mengguncangkan Napoli. Suasana histeris nyaris melanda kota itu ketika Maradona tiba dari Barcelona. "Melebihi peristiwa-peristiwa besar seperti Hari Kemerdekaan, kemenangan Italia di Piala Dunia, dan penyambutan terhadap Sri Paus digabung jadi satu," tulis seorang pengamat.
"Kami memang tidak mempunyai walikota, tak memiliki sekolah, perumahan, kesempatan kerja, rumahsakit, atau uang, tetapi kami mempunyai Maradona," tulis harian lokal Tuttanapoli. Hanya penduduk Napoli mungkin yang tahu bagaimana bos klub, Corrado Ferlaino, memperoleh uangnya untuk membeli Maradona - utang ke bank.
Tapi ada juga yang berkomentar begini, "Jangan takut, harga transfer Maradona hanya debu dibanding jumlah uang setoran Camorra, mafianya Napoli, ke kas kota ini."
Ahli sejarah Italia, Luciano de Crescenzo, berbeda lagi komentarnya, "Maradona memang punya karisma seorang despot abad pertengahan. Pemain bintang lainnya mungkin tak memiliki ini. Rummenigge terlalu kaku bagaikan pedang Prusia, Socrates dengan idea radikalnya."
Maradona rupanya memang cocok untuk penduduk Napoli yang dilukiskan penyanyi Dean Martin sebagai kota tempat tumbuhnya cinta itu. Maradona memang juga romantis. Hanya main kalau mau.
(Penulis: Hikmat Kusumaningrat, Tabloid BOLA edisi no 21, Jumat 20 Juli 1984)