Terverifikasi Administratif dan Faktual oleh Dewan Pers

Tiga Tim PSSI Melewati Ujian Lech Poznan

By Caesar Sardi - Senin, 11 Maret 2013 | 07:00 WIB
Anjar Rahmulyono (merah) dikeroyok empat pemain Lech Poznan. Lumayan untuk piala Asia. (Dok. Tabloid BOLA)

Ketiga kesebelasan PSSI yang sedang dipersiapkan untuk berbagai kejuaraan ternyata bukan hanya mampu mengimbangi Lech Poznan, klub juara Polandia. Di saat persepakbolaan nasional sedang dilanda isyu suap, tidak satu pun dari ketiga tim itu yang menderita kekalahan di depan beberapa ribu penonton di Senayan, minggu lalu.

Maka wajar kalau Ketua Umum PSSI, Kardono, terus menerus memaparkan senyum kegembiraan. "Yah, lumayan. Saya bangga," katanya pada BOLA, seusai pertarungan Garuda melawan Lech Poznan yang berakhir seri 1-1 di hari terakhir setelah PSSI Perserikatan juga main seri 2-2 dan PSSI Galatama menang 1-0.

Senyum dan kebanggaan Kardono ini merupakan yang ketiga sejak Garuda menampilkan hari cemerlangnya di Bangkok menjadi finalis Piala Raja dan menyikat Arab Saudi di Jakarta 2-1. Mudah-mudahan, itu berarti gambaran kemajuan bagi dunia persepakbolaan di tanah air.

Memang Repot

Tapi Lech Poznan sendiri sebenarnya kurang menggambarkan kekuatan elite Eropa. Padahal di dalamnya konon bercokol enam pemain nasional Polandia.

Sutjipto Suntoro, bekas kapten PSSI, menilai Poznan sama sekali tidak memperlihatkan kelebihan teknik yang biasa dipertontonkan kesebelasan-kesebelasan juara dari Eropa Timur. "Malah beberapa pemain kita memiliki teknik sedikit lebih baik dari mereka," katanya.

Tapi Sekum PSSI, Noegraha Besoes, yakin ketiga tim PSSI memang sudah sedikit menapak. "Celakanya memang, jika kita bisa menang melawan kesebelasan dari Eropa, apalagi kalau klub itu juara, banyak orang tak percaya. Ada yang mengatakan skor sudah diaturlah, tamu tak bermain sungguh-sungguhlah. Pokoknya, macam-macam deh," ujarnya.

Ditambahkannya, saat ini ketiga tim PSSI yang dipersiapkan untuk berbagai kejuaraan resmi dan tidak resmi ini, katanya memang sudah menunjukkan kemajuan. "Kita tidak boleh menutup mata untuk hal ini," kata Noegraha yang juga anggota DPR ini.

Lepas dari itu, yang pasti Poznan memang cukup repot bertanding tiga kali dalam empat hari. Lebih parah lagi, ketika mereka berhadapan dengan PSSI Perserikatan yang akan diterjunkan ke Piala Merdeka Kuala Lumpur bulan depan, Poznan praktis tak istirahat. Mereka baru tiba di Jakarta pukul 17.00-an, dan malamnya harus bertarung.

Beruntung mereka mampu menebus ketinggalan dua gol. Hampir seluruh pemain, termasuk kiper seperti kehabisan tenaga. Perjalanan panjang tentu telah menguras segala enerji dan membuat mereka bermain dalam kondisi tidak "in".

Bintang

Waktu menghadapi PSSI Galatama yang disiapkan untuk Pra Piala Dunia, Poznan yang sempat beristirahat satu hari, sedikit pulih. Mereka menampilkan permainan cukup lumayan. Tapi tetap tidak setajam dan sedahsyat bayangan banyak orang.

Gempuran demi gempuran yang mereka lancarkan selalu bisa dikandaskan pasukan Sinyo Aliandoe. Apalagi kiper asal Niac Mitra, Donny Lattuperissa, di luar dugaan, bermain cemerlang. Malah dialah bintang lapangan malam itu.

Tumpulnya penyelesaian serangan Poznan, dengan dua andalan nasionalnya, Nieweadomski dan Okonski, membuat PSSI Pra Piala Dunia agak beruntung. Sampai pemain sayap kawakan, Dede Sulaiman makin meruntuhkan bayangan keperkasaan Poznan lewat gol tunggalnya dari jarak pendek.

Ketika menghadapi Garuda, tentu saja, Poznan berjuang lebih keras untuk tidak kalah lagi. Mereka menampilkan permainan cepat dengan motor Okonski dari lapangan tengah. Ia juga yang menjebolkan gawang Hermansyah sebelum disamakan Noah Meriem, bintang baru Garuda.

Kita memang boleh sedikit bangga, apapun pendapat orang tentang mutu sang tamu. Tetapi yang menyedihkan adalah mutu wasit yang memimpin pertandingan. Kurang cermat dan cenderung membela tim tuan rumah dan tanpa basa-basi, hingga seperti memanjakan pemain.

Hal ini juga sangat disesalkan pelatih Poznan, Wojiciech Lazarek. "Wasit-wasit Anda sangat berat sebelah. Sedikit saja pemain kami membentur pemain anda, maka peluitnya langsung berbunyi. Padahal jika pemain kami dihantam pemain Anda, wasit seperti tak melihatnya," keluh Lazarek lewat penterjemah.

Angkuh

Dengan kondisi seperti ini ia mengaku, seluruh pasukannya tidak mampu mengembangkan permainan terbaiknya. Konsentrasi para pemain dikatakannya terbagi dua: kepada wasit dan para pemain lawan.

Tentang mutu dari tiga tim PSSl itu sendiri, Lazarek hanya berkomentar pendek. "Lumayan," katanya. Tentang Garuda, ia menilai cukup memiliki potensi.

"Hanya saja rata-rata pemainnya terlalu angkuh. Lihat saja, setiap kali berbenturan dengan pemain kami, mereka tak pernah menunjukkan sikap salah atau menyesal. Padahal kalau pemain kami yang nakal, mereka selalu minta maaf pada pemain Anda. Sayang kalau mental seperti itu terus berkembang," sambung Lazarek.

Tentang hal ini, bekas bintang nasional Sutjipto juga sangat menyayangkan. "Harusnya sih mereka memang minta maaf. Nggak ada salahnya kalau mereka mengacungkah tangan ke arah lawan. Kalau sudah itu mau dimakan lagi, ya nggak apa-apa," katanya.

Ditanya, apakah sikap ini memang sudah diajarkan, Barbatana menggelengkan kepala. "Wajar bermain bola dengan keras," jawabnya singkat. Ya, terserahlah.

(Penulis: Mahfudin Nigara, Tabloid BOLA edisi no. 22, Jumat 27 Juli 1984)