Terverifikasi Administratif dan Faktual oleh Dewan Pers
Simson Tambunan pelatih Tubagus Jaya pernah bilang, "Si gundul itu belum pantas menghadang Tubagus. Suruh tunggu dua tahun lagi."
Si gundul yang dimaksud adalah Yani "Hagler" Dokolamo, penantang utama kelas terbang yunior yang dipersiapkan menumbangkan kejayaan Tubagus Jaya, juara kelas terbang junior Indonesia yang direbut 17 Oktober 1982 setelah mengalahkan petinju Bandung, Yusuf.
Sampai saat ini Tubagus belum sekali pun mempertahankan gelarnya. KTI (Komisi Tinju Indonesia) Pusat sudah menjatuhkan batas waktu Tubagus harus mempertahankan gelar juaranya 30 Juni 1984 kemudian diperpanjang 15 Juli 1984. Namun batas itu pun diulur lagi.
Awal Juli lalu promotor Surabaya, Handoyo Laksono, menawarkan bayaran Rp 500 ribu untuk Tubagus agar tarung dengan Yani. Bayaran sebesar ini membuat Chairuddin, salah seorang pengurus Garuda Jaya, tempat Tubagus berlatih, marah besar. "Sopan sedikit, dong. Jangan begitu caranya," tukas Chairuddin yang menganggap bayaran Rp 500 ribu sebagai penghinaan karena terlalu murah.
Tapi cepat atau lambat, pertemuan kedua petinju itu tidak dapat dihindarkan, kecuali jika pihak Garuda Jaya sengaja menghindarkan perjumpaan Tubagus dengan si gundul, pemuda Ambon kelahiran Jayapura 14 April 1967 yang dibesarkan di Malang itu.
"Inilah saat terbaik membabat Tubagus," tukas Setyadi Laksono, pelatih Yani, tokoh tinju prof Jawa Timur dan juara kelas berat PON VII/1969 yang dalam final menyingkirkan Firman Pasaribu. Yani, anak keenam dari sebelas bersaudara dan hanya sempat duduk di bangku kelas I SMP Malang, mengenal tinju sejak awal 1984, setelah dibantai 'Little" Pono dalam satu latihan di sasana Arema Malang. Menangis dan minggat di Sawunggaling Surabaya.
Yani ternyata membuktikan bahwa ia memiliki bakat tinju besar.
Dalam debutnya 25 Januari lalu ia mengalahkan petinju sarat pengalaman dari Srimulat Surabaya, Iksan, dan terpilih sebagai petinju harapan di kelas terbang yunior 49 kilogram.
Kemenangan paling gemilang dicetak dua bulan kemudian, dengan KO balas dendam atas "Little" Pono di ronde kelima. Ia juga kemudian meng-KO petinju Garuda Jaya, Bristol Simangunsong. Total jendral dari tujuh pertarungannya, hanya sekali ia diimbangi, yakni dalam uji coba lawan rekan satu sasana, Wongso Indrajit, 14 Juli lalu di Porong.
Bayaran Rp 5 ribu tiap ronde tak pernah membuat harapannya menciut. Ia menganggapnya hanya sebuah langkah permulaan menuju sasaran lebih tinggi, yakni menjadi juara nasional. Gelar yang kelak sedikitnya akan memberinya bayaran minimal Rp 500 ribu. Dan kalau bisa jadi juara OPBF, Rp 15 juta akan bisa dikantunginya.
"Tidak ada yang mencemaskan dalam pertemuan nanti dengan Tubagus. Saya sudah dewasa. Saya sudah memutuskan masa depan pada tinju. Karena itu, apapun yang bakal terjadi saya tidak mau kehilangan cita-cita," kata Yani, pengagum raja kelas menengah dunia, Marvin Hagler yang kepalanya betul-betul gundul mirip kepalanya sendiri bila hendak tarung.
(Penulis: Finon Manulang, Tabloid BOLA edisi no. 24, Jumat 10 Agustus 1984)