Terverifikasi Administratif dan Faktual oleh Dewan Pers
Boy Bolang tampil lagi. Sudah tentu tak lagi sebagai petinju, melainkan promotor. Dan jika dulu kehadirannya sebagai promotor dengan badan usaha bernama Boy Bolang Boxing Corporation, kali ini ia menonjok dengan nama baru, Arena Coliseum.
"Dunia saya adalah tinju. Apapun yang terjadi saya tak bisa dipisahkan dari tinju. Kalau dulu sebagai petinju, sekarang mencoba bisnis tinju," kata bekas juara nasional amatir kelas menengah ringan itu.
Sebagai pertandingan perdana buat Arena Coliseum, Boy mendatangkan petinju-petinju Amerika Serikat, termasuk di antaranya juara kelas menengah yunior WAA (World Athletic Association) Bert Lee. Petinju berdarah Irlandia itu akan bertanding melawan juara Indonesia kelas menengah Polly Pesireron, Sabtu malam ini di Gedung Bola Basket Senayan. Ini merupakan partai utama dari serangkaian duel petinju Indonesia melawan AS.
Dwi tanding internasional yang mengharapkan Boy mengeluarkan biaya Rp 55 juta ini dimaksud memberikan warna merah bagi kehidupan tinju prof di negeri ini, meski bukan perebutan suatu gelar.
"Saya sengaja mendatangkan petinju Amerika. Saya tidak puas para petinju kita hanya berkesempatan menjajAl kebolehannya dengan lawan yang itu-itu saja. Kalau tidak dari Filipina, Muangthai, ataupun Korea. Saya pilih Amerika, karena di sana titik sentral dan barometer percaturan tinju prof dunia," ujar promotor muda yang selalu berpakaian rapi itu.
Pertandingan ini merupakan penampilan pertama petinju prof Amerika setelah tiga tahun lalu juara, kelas welter ringan WBC Saoul Mamby mempertahankan gelarnya melawan Thomas Americo di Istora Senayan.
Hubungan Pribadi
Untuk kelima petinju dari negeri Paman Sam itu, Arena Coliseum hanya membayar 15.000 dolar AS, yakni 5.000 dolar untuk Bert Lee dan selebihnya dibagi empat petinju.
"Bert Lee hanya lima ribu dolar?" tanya wartawan seperti tak percaya.
"Ya, memang segitu," ujar Boy sambil menganggukkan kepalanya. Bayaran sejumlah itu dianggap sangat murah bagi seorang petinju yang punya prestasi seperti Bert Lee. Biasanya di sana seorang petinju prof pemula saja sudah memperoleh penghasilan ribuan dolar dalam satu pertandingan.
"Semua ini berkat hubungan pribadi saya dengan promotor kenamaan dari Los Angeles, Don Fraser. Kalau tidak, mana mungkin bayaran kelima petinju Amerika itu hanya 15 ribu dolar," ucap Boy.
Don Fraser, pemilik Don Eraser Promotions di Los Angeles, dikenal Boy secara pribadi selama ia tinggal di negara bagian California itu, sekitar dua tahun lebih. Fraser mempunyai reputasi besar ketika ia menjadi promotor pada pertarungan
Muhammad Ali-Ken Norton untuk kedua kalinya.
Boy yang pernah menjadi berita menjelang pertandingan Mamby-Americo tiga tahun lalu, mengatakan kepada BOLA, tujuan utamanya menyelenggarakan pertandingan ini bukan mencari untung.
"Yang penting sekarang bukan untung, tapi petinju kita bisa belajar banyak. Penonton silahkan menilai sendiri. Kalau tidak demikian kapan kita bisa maju? Saya jamin, pertandingan ini pasti bermutu. Petinju-petinju Amerika itu bukan kelas kuaci," janjinya.
Ia punya cita-cita, di kemudian hari petinju prof kita bisa hidup secara terhormat dari hasil kepalannya. "Untuk ini semua, harus ada yang berani berkorban. Anda tahu, saya tak pernah membayar murah petinju kita. Saya ingin juga, dari tinju prof Merah Putih bisa berkibar. Saya punya keprihatinan dan kewajiban untuk itu," tukasnya.
Keras Makin Bagus
Bert Lee, 27 tahun, setibanya di Halim Perdanakusuma, Senin lalu, mengatakan tak ada kata kalah dalam kamusnya. Semakin keras penampilan petinju lawan, makin bagus buat dia. "Bila lawan saya tambah jago, saya akan tambah senang. Dan yang pasti, ia akan saya kalahkan," tukasnya lantang. Don Fraser pun ikut sesumbar: "Saya membawa petinju ke sini adalah untuk menang."
Ucapan senada dilontarkan pula pelatih Mack Kurihara, bahwa kelima petinju asuhannya sudah siap tempur dan bukan datang untuk menjadi turis.
Kepada pers Fraser mengakui WAA belum sebesar WBC, WBA, ataupun IBF. Badan yang bermarkas di New Jersey itu didirikan tiga tahun lain. Tidak populernya WAA katanya karena belum memperoleh saluran khusus televisi di negerinya, sebagai penunjang promosi dan finansial.
"Tapi saya yakin, tak lama lagi WAA akan semakin luas dan kuat," tutur orang tua berusia 72 tahun itu.
Selain partai puncak Bert Lee-Polly, empat pertandingan lainnya adalah Alberto Royas-Piet Gomies (welter), James Sowel-Kai Siong (welter ringan), Mike Anderson-Johannes Siren (ringan), dan Victor Moreno-Martinus (bulu). Semuanya direncanakan berlangsung dalam sepuluh ronde.
Dalam dwi tanding ini Polly menerima bayaran Rp 1,2 juta sedangkan empat petinju tuan rumah lainnya masing-masing memperoleh Rp 800.000.
"Ini gebrakan awal. Akan ada lagi gebrakan-gebrakan lebih hebat dari Arena Coliseum," ujar Boy, anak "Manado kaart" itu. Rencana berikutnya, adalah menyelenggarakan perebutan gelar juara dunia buat juara OPBF kelas super terbang Ellyas Pical dari Garuda Jaya, Jakarta.
Ia merasa dirinya sudah benar-benar siap untuk menjadi promotor terkemuka di negeri ini. Pengalaman-pengalamannya di masa lalu membuat dirinya lebih matang lagi. Apalagi dorongan semangat buatnya antara lain dari pimpinan KTI sendiri, termasuk Solichin GP, ketua umumnya.
(Penulis: Ian Situmorang, Tabloid BOLA edisi no. 32, Jumat 5 Oktober 1984)