Terverifikasi Administratif dan Faktual oleh Dewan Pers
Dalam KLB PSSI, Minggu (17/3), konsep unifikasi kompetisi profesional yang ditawarkan PT Liga Indonesia disetujui voter. Bagaimana PT LI mengimplementasikannya pada musim 2014?
Berikut petikan perbincangan Ario Yosia dari BOLA dengan Joko Driyono, CEO PT LI, di sela-sela acara Diskusi Sepak Bola Nasional yang digelar Tabloid BOLA pada Rabu (20/3).
Konsep penggabungan kompetisi yang ditawarkan PT LI dipandang tidak adil, terutama oleh klub LPI. Mereka hanya mendapat porsi kecil tampil di kasta tertinggi 2014. Komentar Anda?
Konsep dasar unifikasi yang kami presentasikan mengedepankan unsur keolahragaan dibanding politis. Pada prinsipnya, kami ingin memastikan bahwa kalaupun kedua kompetisi digabung, kualitas kompetisi level teratas tidak mengalami degradasi.
Tidak mungkin menampung seluruh klub LPI yang kami pandang levelnya tidak bisa disamakan dengan LSI. Bukan berarti mereka lebih buruk, hanya ada beberapa atribut yang membuat keduanya tidak bisa disamaratakan. LSI sudah berjalan sejak 2008, sementara LPI baru setahun.
Tentu kualitas penyelenggaraan kompetisi tak bisa serta-merta disamaratakan. Klub-klub LSI jelas keberatan jika mereka langsung digabungkan dengan klub-klub LPI karena standarnya berbeda.
Kenapa PT LI mempersilakan empat klub LPI tampil di kompetisi LSI?
Pertimbangan utama adalah semangat rekonsiliasi tanpa harus mengingkari unsur-unsur keolahragaan. Biar bagaimanapun, ada anggota-anggota PSSI di LPI.
Mereka tetap harus dilindungi oleh federasi, namun demi asas sportivitas mereka tidak lantas dapat dimasukkan ke level LSI begitu saja. Dengan memilih empat klub teratas, semangat persaingan olah raga tetap terjaga. Hal itu buat kami penting dibanding menggabungkan sesuatu dengan mengedepankan unsur sejarah atau politik semata.
PT LI memberi rambu-rambu, klub yang masuk skema unifikasi harus anggota dan tidak terlibat dualisme. Tidakkah itu menimbulkan kecemburuan di LPI?