Terverifikasi Administratif dan Faktual oleh Dewan Pers

Aneka Peristiwa: B.F. Ahmad Manik

By Caesar Sardi - Selasa, 26 Maret 2013 | 19:00 WIB
Pak Buyung mengumpulkan sumbangan penonton. (Dok. Tabloid BOLA)

satunya di Indonesia. Setiap kali pertandingan akan dimulai, pembina-pembina sepakbola di kota dingin itu mengedarkan tas atau ember keliling lapangan, minta sumbangan penonton yang hadir tanpa membeli karcis. " Habis lapangannya tidak berpagar," ujar B.F. Ahmad Manik alias Pak Buyung, pembina yang paling aktif.

Sudah puluhan tahun dengan cara begitu, menurut Pak Buyung sumbangan yang diperoleh berkisar Rp 30 sampai Rp 40 ribu. "Cukup-cukup untuk membayar biaya pertandingan," tuturnya.

Tapi, seperti diceritakan pembina yang lain, bukan tak sering diperoleh jauh di bawah jumlah tersebut. Kalau sudah begini, Pak Buyung pusing tujuh keliling. Ia bersama pembina lainnya terpaksa mengorek kantung. Dan soal korek-mengorek kantung ini bukan hanya sekali dua dilakukan. Sudah ratusan kali. Sehingga tak heran kalau usaha dagang Pak Buyung sampai guncang. Toko olahraganya yang dulu begitu megah di Berastagi, kini napasnya terengah-engah.

Walau demikian Pak Buyung tak jera. Menurutnya sepakbola sudah mendarah daging baginya. Ini mamang bukan sekedar ucapan. Di lingkungan tokoh dan publik sepakbola Sumut, Pak Buyung sudah bukan orang asing lagi. Dia sendiri selalu berkomentar; "Tak apalah. Sepakbola memang sudah jadi "penyakit" bagi saya. Soal usaha dan uang, itu rezeki dari Tuhan," kata pimpinan klub Guntor Berastagi ini.

Akhir-akhir ini Pak Buyung gembira, seolah jerih payah dan pengorbanannya yang bertahun-tahun sudah terbayar. Soalnya seorang anak didiknya, Rae Malem Perangin-angin, terpilih masuk Pusdiklat Sepakbola Nasional yang diresmikan Ketua Umum PSSI di Medan bulan lalu.

"Sekarang baru satu orang. Kalau kita semua sama-sama mau terjun membina dan Pemda Karo serius membantu, saya rasa puluhan pemuda Karo akan bisa jadi tiang PSSI," kata Pak Buyung menyimpul tekad baru. Apa yang diungkapkannya memang benar. Selama ini Pemda Karo memang kurang menaruh perhatian terhadap perkembangan sepakbola di daerahnya. Padahai pemuda-pemuda Tanah Karo tak kalah potensial bermain sepakbola.

(Penulis: Syamin Pardede, Tabloid BOLA edisi no. 35, Jumat 26 Oktober 1984)