Terverifikasi Administratif dan Faktual oleh Dewan Pers
satunya ukuran. Tapi buat Liem Swie King, pemain putra terbaik Indonesia saat ini, tahun 1984 mungkin ibarat sekam berapi. Seperti mudah digenggam, tapi alangkah panasnya.
King memulai penampilannya sepanjang tahun ini dengan mengikuti turnamen Jepang Terbuka yang merupakan awal sirkuit Grand Prix Pro Kennex, Januari. Ia mula-mula tampil cemerlang dengan menyisihkan Jens Pieter Nierhoff (Denmark) serta di kidal Yang Yang dari Cina. Tapi dalam final ia roboh di tangan pemain Denmark lainnya, Morten Frost Hansen.
Dalam turnamen All England pun ia meluncur lancar sampai semifinal dengan mengalahkan Misbun Sidek, Yang Yang, dan Michael Kjeldsen, sebelum ditundukkan lagi oleh Hansen dalam tigas set.
Dalam final perebutan Piala Thomas melawan Cina di Kuala Lumpur, Mei, manis dan pahit berbagi rata dalam kadar penampilan King. Ia ditaklukkan pemain ulet Luan Jin dalam partai tunggal pertama. Tapi kemudian menjadi penentu kemenangan Indonesia dengan merebut partai ganda bersama Kartono.
Dua bulan kemudian di kandang sendiri King mengalami nasib yang lebih sulit dinikmati. Masih dalam perempatfinal pada turnamen Indonesia Terbuka, ia digusur rekannya sendiri yang baru muncul lagi, Lius Pongih, dalam tiga set yang dramatis.
Terahir, pada perebutan Piala Alba IV, September lalu, juga di Istora Senayan, nasib King pun tak lebih nikmat. Ia tersingkir dari kemungkinan meraih sendiri piala pertamanya untuk tahun ini ketika di semifinal tak juga mampu mengatasi Han Jian, musuh bebuyutannya.
Kini sebuah tantangan baru, terakhir untuk tahun ini, berada di depan King: putaran final Grand Prix Pro Kennex di Kuala Lumpur yang akan berlangsung 12-16 Desember. Mampukan ia melewatinya dengan sukses yang juga menjadi harapan masyarakat bulutangkis nasional?
"Kondisi fisiknya cukup baik," komentar pelatih M. Ridwan seperti dituturkannya kepada Linda Wahjudi dari BOLA. King sendiri menyebut persiapannya "cukup baik". Tapi segera disadarinya, beban di pundaknya juga makin berat.
Memang, bersama dia juga akan tampil Icuk Sugiarto, Hastomo Arbi, Sigit Pamungkas, dan juga satu-satunya putri, Ivana Lie. Tapi orang umumnya tahu, hanya pada King-lah harapan sukses di Kuala Lumpur nanti bisa digantungkan.
Boleh jadi satu hal lagi yang membuat beban King tembah berat adalah kesadarannya bahwa di ibukota Malaysia itu Han Jian bakal lebih berbahaya. "Dia yang terberat karena bisa bermain lebih baik di hawa tropis," kata King.
Mudah-mudahan saja Han Jian juga memandang King begitu, ya?
(Penulis: Linda Wahjudi, Tabloid BOLA edisi no. 41, Jumat 7 Desember 1984)