Terverifikasi Administratif dan Faktual oleh Dewan Pers

Timnas Indonesia Rasa Eropa Timur

By Arief Kurniawan - Kamis, 21 November 2013 | 22:04 WIB
Aji Santoso, pemain muda andalan Polosin di SEA Games 1991. (Dok.BOLA)

Nama Anatoli Polosin sulit dihilangkan dari benak para pecinta sepak bola Indonesia. Pelatih tim nasional SEA Games 1991 itu identik dengan gaya Eropa Timur melalui penggemblengan fisik pemain. Metode tersebut membuat beberapa nama tenar langganan timnas harus mundur karena tak kuat.

Anatoli Polosin terkenal mengedepankan kerja keras dan disiplin pemain sebagai kunci utama. Pada era kepemimpinannya menukangi timnas Indonesia, beberapa program ketat telah disiapkan untuk menggembleng fisik pemain.

Polosin mengerti alasan timnas Indonesia prestasinya kurang meroket karena karakter pemain Indonesia yang cenderung manja dan kurang disiplin. Kehadiran pria berkebangsaan Rusia itu membawa aroma Eropa Timur di tubuh timnas. Kekuatan fisik menjadi andalan Polosin yang juga merupakan gaya bermain khas Eropa Timur kala itu.

Metode latihan Polosin yang terkenal dengan nama shadow football ini memfokuskan pemain pada kekuatan fisik, stamina, dan insting bermain. Berlatih tanpa bola dan tak menggunakan lapangan sepak bola menjadi ciri khas yang mudah diingat dari latihan ala Polosin ini.

Dalam dua bulan pertama pelatnas, pemain hanya berlatih di kolam renang dan pantai. Sementara keberadaan bola ditunjuk oleh pelatih, ke mana tangan menunjuk maka ke sanalah pemain harus bergerak. Area gunung juga dipilih untuk lebih meningkatkan fisik pemain dengan menggendong teman naik turun gunung.

“Kami menjalani training camp sekitar 2 tahun. Bersama Polosin latihan memang sangat berat. Tiga kali sehari latihan. Kami latihan tanpa bola, naik turun gunung sekitar 5 kali di daerah Jawa Barat pernah kami jalani,” kenang Kas Hartadi, salah satu punggawa timnas SEA Games 1991.

Metode tersebut menuntut pemain supaya punya fisik dan stamina prima serta kecepatan reaksi sehingga aktif bergerak sepanjang pertandingan. Hampir 3 bulan para punggawa timnas digembleng metode shadow football tersebut. Akibat dari ketatnya latihan tersebut beberapa pemain tenar memilih mundur dari pelatnas, seperti Ansyari Lubis dan Fachri Husaini. Tak jarang beberapa pemain juga harus muntah-muntah ketika menjalani latihan.

“Luar biasa waktu itu rasanya bersama Polosin, ada yang mundur dari pelatnas karena tidak kuat,” lanjut Kas.

Tak heran jika latihan dan kerja keras selama pelatnas melahirkan pemain yang mampu berlari sepanjang 4 kilometer dalam waktu 15 menit, yang merupakan standar VO2Max Eropa. Tanpa beberapa pilar bekennya yang mengundurkan diri, Polosin tetap melaju menuju SEA Games 1991 di Manila, Filipina, dengan skuat muda seperti Widodo C. Putra, Rocky Putirai, Aji Santoso, dan Sudirman yang rata-rata berusia 20 tahun.