Terverifikasi Administratif dan Faktual oleh Dewan Pers
Krisis gelombang panas yang menerpa Jepang pada tahun ini tampaknya bakal menjadi ancaman serius saat negara itu menggelar Olimpiade pada 2020.
Dilansir BolaSport.com dari BBC, gelombang panas yang terjadi di Jepang pada musim panas tahun ini, per 24 Juli 2018, telah menyebabkan 65 orang meninggal dunia.
Menurut laporan resmi, lebih dari 22.000 orang dirawat di rumah sakit di mana hampir separuhnya adalah orang tua.
Sebagai gambaran BolaSporter, suhu udara di Ibu Kota Jepang, Tokyo, sempat tercatat menyentuh 40°C.
Bahkan sebuah wilayah bernama Kumagaya, suhu udara tercatat menyentuh angka 41,1°C yang merupakan rekor tertinggi di Jepang.
Krisis gelombang panas ini diperkirakan juga akan berlangsung pada 2020 dan tentu saja mengancam penyelenggaraan Olimpiade Tokyo 2020.
Pasalnya ajang empat tahunan itu bakal digelar pada akhir Juli hingga awal Agustus yang notabene merupakan bulan-bulan paling panas dan lembab di Jepang.
Baca juga: Panitia Pastikan Jadwal Uji Coba Olimpiade Tokyo 2020 Tidak Mundur
Untuk menanggulangi masalah itu, salah satu metode yang bakal dilakukan adalah penerapan daylight saving time/DST atau dikenal dengan waktu musim panas.
Penerapan DST yang dimulai 2019, maka waktu musim panas di Jepang akan dimajukan selama dua jam lebih cepat.
Jika biasanya Jepang menerapkan waktu GMT+9, maka mulai musim panas 2019 Negeri Sakura bakal menggunakan setelan waktu GMT+7
Dengan demikian, atlet yang berkompetisi saat Olimpiade Tokyo 2020 nanti dapat berkompetisi pada jam-jam dengan suhu yang lebih dingin.
Pada sisi lain, rencana penerapan DST ini mendapatkan banyak tentangan dari publik Jepang.
Beberapa orang mengatakan jika waktu musim panas yang bakal diterapkan di Jepang akan berdampak besar, salah satunya adalah waktu kerja yang lebih panjang.
Meskipun begitu, Pemerintah Jepang yang diwakili oleh Kepala Sekretaris Kabinet, Yoshihide Suga, mengatakan jika DST belum akan diterapkan.
"Tidak benar jika Pemerintah Jepang telah memutuskan untuk mengadaptasi daylight saving time," kata Yoshihide Suga dikutip BolaSport.com dari BBC.
"Kami masih mempertimbangkan rencana lain, seperti memulai waktu kompetisi lebih dini, memperbanyak jalur hijau, dan trotoar penangkal panas," tutur Suga menambahkan.
Baca juga: Jadwal Tanding Cabor Bulu Tangkis Asian Games 2018, 7 Medali Emas Siap Diperebutkan
Sebelumnya, Perdana Menteri Jepang, Shinzo Abe diminta oleh pihak Olimpiade untuk menerapkan DST.
Permintaan itu dilayangkan agar olahraga seperti marathon dapat dijadwalkan pada saat pagi hari yang lebih dingin.