Terverifikasi Administratif dan Faktual oleh Dewan Pers

Kisah Bonek dan Masa Sulitnya Ketika Menjalani Hari-hari yang Penuh Kekerasan

By Intisari Online - Senin, 11 Juni 2018 | 19:52 WIB
Koreografi Bonek di Stadion Gelora Bung Tomo saat laga Persebaya Vs Arema FC pada Minggu (6/5/2018) sore WIB ( TB KUMARA/BOLASPORT.COM )

Ketika, Football fandom diperebutkan, Persaingan ketat tidak hanya ada di antara pendukung tim yang berbeda, tetapi di antara pendukung tim yang sama, bahkan dengan pemilik klub sekalipun. 

Para pendukung ultras klub, sering berada dalam kondisi memanas dan bersitegang dengan pemilik klub mereka, sekalipun.

Persebaya sebelumnya dimiliki secara pribadi oleh grup media Jawa Pos, sebelum akhirnya berpindah ke pemilik baru bernama Azrul Ananda, namun Bonek dapat mengklaim 'kepemilikan' dari klub melalui aktivisme lama mereka dalam membentuk budaya klub dan atmosfir stadion. 

Situs web seperti Green Nord 27 dan Emosi Jiwaku yang diluncurkan, dan akun twitter yang tak terhitung jumlahnya, merupakan kesaksian para penggemar dalam mempromosikan dan menjelajahi lintasan klub.

Ketegangan antara penggemar berkisar pada kesetiaan kepada Klub, dan metode bagaimana kesetiaan itu diekspresikan. 

Menjadi penggemar klub sepak bola yang sama memberikan ekspresi persatuan di antara penggemar latar belakang sosial yang berbeda, komunitas yang rapuh dan rentan isu-isu bersifat provokatif. 

Persatuan penggemar Persebaya, yang mungkin merupakan yang terbesar di antara klub-klub Indonesia, luar biasa dan tidak hanya tingkat investasi emosional mereka, tetapi juga untuk persatuan mereka.

Sepanjang masa pengasingan tim mereka, Bonek berjuang keras melawan birokrasi sepakbola nasional (PSSI) dan dunia (FIFA), Kampanye ini dipimpin oleh Andie Peci salah satu dedengkot Bonek.

"Sangat sedikit penggemar yang membawa bekas luka sebagai bukti dedikasi dan dukungan mereka bukan hanya untuk klub mereka, tetapi juga untuk sesama pendukung mereka." ungkap Andie Peci dalam tulisan Andy Fuller.

Andie Peci, adalah aktivis, juru bicara dan perwakilan Bonek legendaris dari Surabaya, membawa bekas luka besar di siku kirinya di mana dia diserang dengan pisau karena berdiri di hadapan mafia dan milisi sepak bola yang terlibat dalam sepak bola Indonesia.