Terverifikasi Administratif dan Faktual oleh Dewan Pers

Calcio Storico, Olahraga Sadis Pelopor Sepak Bola

By NG Indonesia - Kamis, 12 April 2018 | 12:22 WIB
Tubuh penuh luka ataupun patah tulang adalah hal yang sering ditemui dalam olahraga ini. (Clara Vanucci Institute)

Meski mengalami luka parah, para pemain masih bersaing untuk memenangkan calcio storico setiap musim panas.

Calcio storico mungkin terdengar asing di telinga. Namun, sebenarnya calcio storico adalah jenis olahraga yang pasti pernah Anda mainkan. Olahraga ini berasal dari Italia dan diciptakan pada masa Renaisans Italia.

Calcio storico dimainkan oleh dua tim yang bertarung di lapangan untuk memperjuangkan tim masing-masing dan menyerang gawang lawan. Sepak bola biasa, hoki, lacrosse, rugby, dan sepak bola Amerika dipelopori oleh olahraga tersebut.

Baca juga: Lima Makanan Pencegah Kanker Prostat

Dalam permainannya, calcio storico memiliki keunikan sendiri: keras, nyata, dan sengit. “Itulah mengapa banyak orang yang datang untuk menyaksikan,” ujar Carla Vanucci, fotografer Italia yang menonton pertandingan dan pernah memotret pertandingan tiga tahun silam.

Aturan mainnya, dua tim dari 27 pemain masing-masing memulai pertandingan di sisi lapangan yang berbeda. Bola diletakkan di tengah. Selama 50 menit, para lelaki berotot saling berusaha menggiring bola ke gawang lawan.

Dulunya, hanya penduduk asli Florence yang diperbolehkan mengikuti pertandingan ini. Namun kini, pemerintah mengizinkan dua orang nonlokal untuk bergabung di setiap tim. Ketika pertandingan berlangsung, seluruh penonton memusatkan perhatiannya pada “pertarungan tangan” para pemain.


Pembukaan liga pertandingan ditandai dengan sebuah parade.(Clara Vanucci)

Pada salah satu pertandingan di Juni lalu, sebuah tim merekrut seorang atlet bela diri campuran yang profesional dari Inggris. Pria tersebut berjuang hingga berlumuran darah dan nyaris pingsan. Namun, ia tetap bangkit dan melanjutkan kembali “pertempuran”nya.

Banyak “korban” yang ditimbulkan dari olahraga ini. Pemain seringkali meninggalkan lapangan dengan wajah berdarah, tungkai patah, bahkan tulang menyembul dari kulit mereka.