Terverifikasi Administratif dan Faktual oleh Dewan Pers
Data yang diperoleh Badan Anti Doping Inggris (UKAD) menjadi pukulan dalam upaya pembelaan pebalap sepeda Inggris, Chris Froome, pada kasus salbutamol yang terdeteksi dalam urine miliknya.
Namun, hanya tiga dari 109 temuan penggunaan salbutamol yang dapat dipertanggungjawabkan dan diproses UKAD dalam kurun waktu Januari 2015-Desember 2017.
Data kasus UKAD menunjukkan bahwa atlet sepak bola, tinju, dan judo dilarang bertanding karena adanya salbutamol dalam sampel urine mereka.
Sampel urine yang diambil ketika Chris Froome tampil di Vuelta a Espana, September 2017 itu, menunjukkan kadar salbutamol di atas ambang batas.
Kadar salbutamol yang diperbolehkan WADA (Badan Anti Doping Dunia) adalah 1.000 nanogram per mililiter, sedangkan kadar salbutamol dalam sampel urine Froome ditemukan sebanyak dua kali lipat, 2.000 nanogram per mililiter.
(Baca juga: Sektor Ganda Putri Indonesia Punya Kans Juara pada All England 2018)
Pebalap tim Sky ini pun menyatakan bahwa dia menggunakan salbutamol untuk pengobatan asma yang dideritanya atas izin dokter.
Pebalap sepeda berusia 32 tahun ini memang mengidap asma dan kerap menggunakan inhaler yang mengandung salbutamol guna mengobati penyakitnya tersebut.
WADA mengizinkan penggunaan salbutamol melalui inhaler untuk pengobatan asma dan pemakaian dengan cara ini dianggap bukan untuk meningkatkan performa atlet.
Akan tetapi, beberapa pebalap sepeda malah memiliki kadar salbutamol yang melebihi standar WADA. Hasilnya, para pebalap sepeda ini mendapatkan hukuman tak boleh berkompetisi.