Terverifikasi Administratif dan Faktual oleh Dewan Pers
Stadion Madya dan Stadion Utama Gelora Bung Karno (SUGBK) di Senayan, Jakarta direnovasi menjadi apik dan cantik serta seluruh treknya menjadi sangat nyaman menuju Asian Games (AG) 2018 di Jakarta-Palembang, 18 Agustus-2 September.
Sprinter nasional, Fadlin, mengakui hal itu.
"Trek di Stadion Madya dan di SUGBK rasanya berbeda. Dibandingkan dengan trek yang sebelumnya, ini tentu lebih enak,” ucap Fadlin ketika ditemui JUARA di Stadion Madya, Minggu (11/2/208) sore, sebelum turun di test event atletik menuju AG 2018 di SUGBK pada malam harinya.
Ya, kondisi trek yang sudah berusia puluhan tahun memang tak lagi nyaman untuk para atlet dan kemungkinan cedera bisa terjadi.
Karena itu, renovasi dan pergantian trek menjadi hal positif menuju AG 2018.
Namun, wajah cantik itu belum sempurna. Pasalnya, bak pasir lompat jauh dan lompat jangkit di SUGBK belum sesuai harapan karena terlalu mepet ke tribun dan ke lintasan lari.
Baca Juga:
Hal itu disampaikan Cuddi Kotta Valson yang merupakan technical delegate atletik dari Federasi Atletik Asia (AAF). “Kami sudah pernah menyampaikan tentang hal ini dan sudah memberikan solusi alternatif, tapi tetap tak dilakukan,” ucap Valson.
"Kami tak ingin membahayakan atlet dan AG adalah turnamen yang besar. Jadi, kita harus lebih baik," ucap Valson.
Ya, ujung bak pasir yang hampir menempel ke tribun dan terlalu dekat dengan lintasan memang membuat bak pasir lompat jauh dan lompat jangkit ini seakan dipaksakan berada di area tersebut.
Namun, pelompat jauh nasional, Maria Natalia Londa, tak terlalu mempermasalahkan hal itu.
Dirjen Cipta Karya Sri Hartoyo yang bertanggung jawab dalam renovasi SUGBK juga menyatakan hal senada.
"Yang kami kerjakan itu sudah sesuai dengan supervisi yang sudah ada. Kalau tidak sesuai, akan kami cek. Masih bisa ada perubahan dan akan kami sesuaikan," ucap Sri.
Valson juga menyatakan bahwa test event atletik yang digelar di SUGBK, 11-14 Februari, menjadi momen yang tepat untuk memperbaiki semua yang ada menuju pelaksanaan AG.
"Beberapa bagian di tempat latihan (Stadion Madya) memang masih dalam proses penyelesaian. Tapi, ini adalah test event yang berfungsi supaya kita tahu bagaimana untuk bisa menjadi lebih baik," ucap Valson yang merupakan Sekjen Federasi Atletik India itu.
"Venue, time and scoring equipment, dan peralatan untuk kompetisi adalah tiga hal yang kami cek dalam pelaksanaan test event ini," kata Valson.
Kiprah Yaspi Boby
Atletik yang menjadi cabang satu-satunya yang digelar di SUGBK ini juga mempersiapkan para atletnya menuju AG 2018. Para sprinter putra pelatnas pun turun di final nomor 100 meter putra pada Minggu (11/2/2018) lalu.
Selanjutnya Muhammad Zohri, Yaspi Boby, dan I Dewa Made Mudiyasa adalah tiga sprinter yang tampil di final. Lalu meraih perak dengan catatan waktu 10,32 detik.
Baca Juga:
Emas diraih sprinter Sri Lanka, Vinoj Suranjaya de Silva Muthumuni, dengan waktu 10,30 detik dan perunggu diraih pelari India, Elakkiya Dasan Vadivelu Kannadasan (10,38 detik). Yaspi finis di peringkat empat dengan 10,48 detik dan Dewa di posisi lima (10,53 detik).
Bagi Yaspi, test event ini adalah turnamen internasional pertamanya di 2018. Terakhir kali dia mengikuti turnamen adalah di Kejuaraan Nasional Atletik 2017 pada Desember dengan membukukan waktu 10,56 detik.
Sprinter yang memiliki catatan terbaik di 2017 dengan 10,39 detik yang sekaligus season best Indonesia musim lalu itu memang sudah tampil baik dengan finis di peringkat empat dan menyentuh catatan waktu 10,48 detik.
"Dia (Yaspi) bisa kembali berlari di bawah 10,50 detik setelah cedera itu adalah hal yang baik. Sekarang masih di persiapan umum, jadi saya memang tak memberikan target apa pun," ucap pelatih sprinter pelatnas, Eni Nuraini.
Ya, sprinter berusia 30 tahun itu sempat mengalami cedera berupa otot sobek di betis kanannya pada 2017.
"Saya merasa lebih baik dan memang sempat merasa trauma sekitar 1-2 bulan setelah sembuh. Tapi, sekarang saya sudah lari lagi dan bersiap untuk AG," ucap Yaspi.
Bakal tampil di AG memang memotivasi Yaspi. Apalagi, Asia memang memiliki sprinter elite yang tampil di kejuaraan dunia atletik dan Olimpiade. Sebut saja Su Bingtian.
Sprinter asal China ini merupakan peraih perak Kejuaraan Dunia Beijing 2015, semifinalis Olimpiade London 2012, peraih dua emas AG, dan tiga emas Kejuaraan Atletik Asia.
"Saya selalu melihat video gerakan lomba dan latihan para sprinter Asia. Bisa dibilang saya melakukan itu hampir setiap jam. Mereka memiliki gerakan kaki yang cepat dan kaki langsung ditarik. Dari sisi postur, saya dan Su mirip. Jadi, itu yang saya pelajari, cara dia menjadi cepat," tutur Yaspi.
Yaspi memiliki tinggi 170 cm, sedangkan Su 172 cm. Dari sisi postur, memang mirip. Yang menjadi pembeda adalah teknik.
Menurut Eni, teknik yang baik akan membuat pelari semakin cepat.