Terverifikasi Administratif dan Faktual oleh Dewan Pers

Cuaca Buruk Jadi Masalah Utama Persiapan Paralayang Asian Games 2018

By Weshley Hutagalung - Selasa, 15 Agustus 2017 | 22:42 WIB
Darumaka Rajasa, pilot tim nasional paralayang sedang berlatih di Gunung Mas, Puncak, Jawa Barat, Senin (1/5). Indonesia mengirimkan 7 pilot ke Kejuaraan Dunia Ketepatan Mendarat Paralayang Albania 2017, 5-14 Mei. (TAGOR SIAGIAN/LASSAK IMAJI)

Cuaca buruk akan menjadi masalah yang paling diantisipasi oleh Indonesia dalam Persiapan sebagai tuan rumah Asian Games 2018.

Persiapan Indonesia sebagai tuan rumah Asian Games 2018 mendapatkan sorotan ketika menjadi ruan rumah Piala Asia II Lintas Alam Paralayang 2017. 

Lokasi Piala Asia II 11-14 Agustus 2017 adalah di Gunung Mas, Puncak, Jawa Barat.

Akibat kecepatan angin yang kurang memadai di lokasi lepas landas, yaitu 3-5 km per jam, serta cuaca mendung, para pilot (sebutan bagi atlet olahraga dirgantara) tak banyak waktu untuk terban.

Padahal, lomba dibuka setiap hari pukul 11.00 hingga 17.00 WIB

Banyak pilot lokal maupun asing lebih menyukai kawasan Batu Dua, Sumedang, Jawa Barat untuk terbang lintas alam.

Lokasi yang digunakan Pra-Piala Dunia (PWC) Lintas Alam pada 2013 itu memiliki cloud base (ketinggian kumpulan awan) memadai.

Agar dapat terbang jauh, pilot perlu mencapai ketinggian maksimal sebelumnya.

Awan yang mengandung udara panas, membuat parasut naik.

Begitu lepas landas, akan terlihat para pilot selalu mencari ketinggian dulu sebelum menyelesaikan tugas.

Zeljko Ovuka, Wakil Presiden FAI (Federasi Aeronautika Internasional) induk olahraga dirgantara dunia, bidang gantole (layang gantung) dan paralayang, merasa bahwa kawasan Puncak kurang layak untuk terbang lintas alam.

Pria asal Serbia itu juga menjadi pengawas teknis Piala Asia II 2017.

“Sangat disayangkan pilot tidak bisa terbang jauh karena cuaca jelek. Mereka jauh-jauh ke Puncak untuk terbang jauh," kata Zeljko Ovuka seperti disampaikan pengurus PB Fasi kepada BolaSport.com.

"Panitia harus mencari lokasi lebih memadai untuk Asian Games. Belum lagi aturan lalu lintas searah di Puncak yang menghambat pergerakan peserta dan panitia pelaksana. Kepentingan pilot harus diutamakan. Tidak ada yang tidak bisa diubah. Itulah gunanaya test event, “ ucapnya.

Pemegang rekor nasional terbang lintas alam, Hening “Digma” Paradigma, sejauh 109 km dari Wonogiri ke Pati, Jawa Tengah, yang dibuat pada 2012, merasa kondisi fisiknya tak maksimal.

Jadwal lomba yang cukup padat dengan perjalanan melelahkan diakui Digma ikut berdampak pada penampilannya.

Semua anggota Pelatnas sebanyak 18 pilot (8 putri dan 10 putra) mengikuti Seri III Piala Dunia Ketepatan Mendarat Paralayang (PGAWC/Para Gliding Accuracy World Cup) di Mont Saint Pierre, Kanada, akhir Juli lalu.

Setelah itu, mereka turut dalam Seri III TROI (Trip Of Indonesia), kejuaraan Ketepatan Mendarat di Desa Segoro Gunung, Kabupaten Karanganyar, Jawa Tengah, awal Agustus.

Digma yang keluar sebagai juara Kelas Umum di Kanada bersama anggota Pelatnas lain, Milawati Sirin, tak terlalu khawatir dengan pencapainnya di Piala Asia II.

“Dengan parasut lebih memadai, hasilnya pasti akan berbeda di Asian Games. Kami masih banyak waktu untuk berbenah,” ucapnya seperti disampaikan Tagor Siagian, Humas PB FASI (Pengurus Besar Federasi Aero Sport Indonesia), kepada BolaSport.com.

Setelah Piala Asia XC II, para anggota Pelatnas akan membela daerah masing-masing dalam Kejuaraan Nasional Lintas Alam di Waduk Gajah Mungkur, Wonogiri, Jawa Tengah, 13-17 September 2017.

Empat hari setelahnya, mereka akan bergabung kembali mengikuti Seri IV PGAWC di Pegunungan Kobarid, Slovenia, Eropa Timur, 22-24 September 2017.

Nanti akan dibentuk tim nasional sebanyak 12 pilot (5 putri dan 7 putra) untuk mengikuti Asian Games XVIII Indonesia pada 18 Agustus-2 September 2018.

Nikmati berita olahraga pilihan dan menarik langsung di ponselmu hanya dengan klik channel WhatsApp ini: https://whatsapp.com/channel/0029Vae5rhNElagvAjL1t92P