Terverifikasi Administratif dan Faktual oleh Dewan Pers
Tiga sahabat itu merasa bahwa ibu kota Spanyol harus punya klub seperti Bilbao yang mampu menjadi antiteori Real Madrid.
Atletico identik dengan klub milik rakyat, kaum pekerja. Di lain sisi, Real didukung oleh golongan kelas yang lebih tinggi.
Kesepakatan Rivalitas
Real Madrid dan Atletico dipercaya menjalar sampai ke luar aspek sepak bola. Striker Los Colchoneros, Fernando Torres, yang tumbuh di kawasan keras, Fuenlabrada, paham betul atmosfer panas el derbi Madrileno.
"Suporter Atletico adalah tawanan perasaan sementara fan Real Madrid merupakan tawanan hasil akhir. Jika hasil akhir tak berpihak, mereka akan pergi," tutur Torres.
Real Madrid bangga dengan gelimang trofi yang mereka miliki. Atletico tak sesukses sang tetangga dan pernah lekat dengan sebutan el pupas alias tim sial.
Namun, memang bukan trofi yang menjadi sumber utama kebahagiaan Los Colchoneros. Atletico adalah soal emosi, gairah, dan kedekatan dengan fan.
Identitas Atleti yang berapi-api sebenarnya tak cuma tampak sejak klub dilatih Diego Simeone. Pada 1992, di final Copa del Rey kontra Madrid, pelatih Atletico, Luis Aragones, mengutarakan pidato ruang ganti yang sangat kasar.
Aragones meminta anak asuhnya untuk bertempur dan melupakan taktik.
"Jika kalian tak menang hari ini, saya akan memasukkan botol minuman soda ke lubang dubur," kata Aragones.