Terverifikasi Administratif dan Faktual oleh Dewan Pers

Dari Atletico ke Real Madrid, Transfer Theo Hernandez Langgar Kesepakatan Tak Tertulis

By Sabtu, 15 Juli 2017 | 09:02 WIB
Theo Hernandez saat diperkenalkan sebagai pemain baru Real Madrid di Stadion Santiago Bernabeu, Madrid, 10 Juli 2017. (JAVIER SORIANO / AFP)

Theo Hernandez dicap sebagai pengkhianat oleh fan Atletico Madrid. Penyebabnya adalah sang pemain telah meninggalkan Neptuno dan kini menyembah "Tuhan" barunya, Dewi Cibeles.

Penulis: Sem Bagaskara

Neptuno sangat identik dengan Atletico Madrid. Nama dewa laut itu dipakai sebagai salah satu landmark Kota Madrid, Plaza de Neptuno.

Patung Neptuno gagah berdiri dikelilingi air mancur. Di situlah fan Atletico menggelar pesta saban tim kesayangan mereka memenangi gelar prestisius.

Sebaliknya, arena perayaan suporter Real Madrid bertempat di Plaza de Cibeles, sekitar enam menit berjalan kaki dari Plaza de Neptuno.

Cibeles, dewi bumi, alam, kesuburan, dan hewan kini menjadi sembahan baru bagi Theo Hernandez.

Bek kiri asal Prancis itu melakukan sebuah hal yang tak populer dan tampak tabu di mata pencinta sepak bola ibu kota Spanyol, yakni berpindah dari Atletico menuju Madrid.

Sebuah perpindahan yang mengejutkan karena Madrid dan Atletico adalah paradoks. Madrid versus Atletico ibarat penguasa melawan rakyat, aristokrat kontra proletar, arogansi bertemu kesederhanaan.

Baca Juga:

Atletico didirikan pada 26 April 1903 oleh tiga mahasiswa Basque yang berkuliah di Madrid. Inspirasi mereka adalah kesuksesan klub pujaan, Athletic Bilbao, menekuk Real Madrid 3-2 di final Copa del Rey pada 8 April 1903.

Tiga sahabat itu merasa bahwa ibu kota Spanyol harus punya klub seperti Bilbao yang mampu menjadi antiteori Real Madrid.

Atletico identik dengan klub milik rakyat, kaum pekerja. Di lain sisi, Real didukung oleh golongan kelas yang lebih tinggi.

Kesepakatan Rivalitas

Real Madrid dan Atletico dipercaya menjalar sampai ke luar aspek sepak bola. Striker Los Colchoneros, Fernando Torres, yang tumbuh di kawasan keras, Fuenlabrada, paham betul atmosfer panas el derbi Madrileno.

"Suporter Atletico adalah tawanan perasaan sementara fan Real Madrid merupakan tawanan hasil akhir. Jika hasil akhir tak berpihak, mereka akan pergi," tutur Torres.

Real Madrid bangga dengan gelimang trofi yang mereka miliki. Atletico tak sesukses sang tetangga dan pernah lekat dengan sebutan el pupas alias tim sial.

Namun, memang bukan trofi yang menjadi sumber utama kebahagiaan Los Colchoneros. Atletico adalah soal emosi, gairah, dan kedekatan dengan fan.

Identitas Atleti yang berapi-api sebenarnya tak cuma tampak sejak klub dilatih Diego Simeone. Pada 1992, di final Copa del Rey kontra Madrid, pelatih Atletico, Luis Aragones, mengutarakan pidato ruang ganti yang sangat kasar.

 

Aragones meminta anak asuhnya untuk bertempur dan melupakan taktik.

"Jika kalian tak menang hari ini, saya akan memasukkan botol minuman soda ke lubang dubur," kata Aragones.

Atletico pada akhirnya menang 2-0 dan tampil sebagai kampiun. Menilik pidato Aragones itu, wajar jika perpindahan Theo Hernandez ke Madrid kini disebut sebagai skandal.

Kesepakatan tak tertulis telah dilanggar. Padahal, selama ini petinggi Madrid maupun Atletico sama-sama menunjukkan rasa respek dengan cara tak saling bertransaksi di bursa transfer.

Tujuannya agar fan kedua kubu tak merasa tersakiti.

"Saya tak akan melakukan transaksi keji ini," kata CEO Atletico, Gil Marin, menyikapi potensi penjualan Sergio Aguero senilai 45 juta euro ke Real Madrid pada 2011.

"Saya memberi tahu Aguero bahwa satu-satunya tujuan yang akan mencegahnya pergi adalah Real Madrid," kata Marin menambahkan.

Aguero lantas dijual ke Manchester City dengan harga yang lebih murah, yakni sebesar 41 juta euro.

Nikmati berita olahraga pilihan dan menarik langsung di ponselmu hanya dengan klik channel WhatsApp ini: https://whatsapp.com/channel/0029Vae5rhNElagvAjL1t92P