Terverifikasi Administratif dan Faktual oleh Dewan Pers

Theo Hernandez Menantang Hegemoni Sisi Kiri Real Madrid

By Sabtu, 15 Juli 2017 | 08:01 WIB
Bek Real Madrid asal Brasil, Marcelo, saat bertanding melawan Sevilla di ajang Copa del Rey di Stadion Ramon Sanchez Pizjuan, Sevilla, pada 12 Januari 2017. (CRISTINA QUICLER/AFP)

Awal Maret 2007, Real Madrid menjamu Getafe di Santiago Bernabeu. Madridista di stadion kebanggaan Los Blancos menjadi saksi sejarah unik dan penting: satu-satunya momen Marcelo dan Roberto Carlos ada di satu lapangan dalam pertandingan resmi.

Penulis: Rizki Indra Sofa

Kejadian tak lama, paling cuma tiga menit. Marcelo masuk dari bangku pemain cadangan buat menggantikan Gonzalo Higuain pada menit ke-88. Saat itu, Carlos juga sudah ada di lapangan.

Marcelo dan Carlos, sang legenda di posisi bek kiri Real Madrid dan Brasil, bermain bersama. Selanjutnya, laga seperti ini tak pernah terjadi lagi. Si legenda tak pernah lagi bermain bareng pemain yang mengidolakannya itu.

Marcelo cuma bermain dua kali lagi dan Carlos meninggalkan Los Blancos pada pengujung 2006-2007, di mana mereka meraup titel La Liga.

Siapa sangka, momen itu ibarat fase vital perpindahan kekuasaan dari Carlos ke Marcelo. Si pemilik nama terakhir memang direkrut Los Blancos Januari 2007 dengan satu intensi: menjadi penerus sang maestro sisi kiri pertahanan.

Tugas mahaberat dan dahsyat, yang pelan tetapi pasti mampu dijalankan secara brilian.

"Roberto Carlos akan bertahan di Madrid sampai akhir musim, hal yang kita semua inginkan. Carlos bahagia di Madrid. Marcelo adalah pengganti Carlos. Marcelo akan terus berada di Madrid sampai dia sendiri yang merasa sudah ingin pergi," ucap Presiden Madrid, Ramon Calderon, pada 14 November 2006 di Bernabeu.

Kalau bocah-bocah kecil di pantai Botafogo Brasil mengidolakan Pele, Ronaldo Luis, hingga Rivaldo, tidak demikian dengan Marcelo.

Ia sudah sejak belia mengidolakan Carlos dan berambisi menjadi penerusnya di Madrid maupun tim nasional Brasil.

 

Lotere

Madridista pantas berterima kasih kepada sosok Pedro Vieira da Silva, kakek Marcelo yang terus memaksanya menyeriusi industri sepak bola sampai ia rela untuk mengambil kerja tambahan demi mengongkosi perjalanan menemani sang cucu ke tempat latihan.

Suatu ketika, Pedro hanya punya 25 sen di saku. Momennya buruk karena uang itu tidak cukup buat ongkos dua orang ke lokasi latihan Fluminense, tempat seleksi pemain muda yang hendak diikuti Marcelo belia!

Merasa beruntung, Pedro malah memasukkan uang 25 sen ke mesin lotere sebuah bar. Permainan lotre amat sederhana, memilih bendera.

Pedro memilih bendera Kroasia, yang terbukti pas dengan pilihan mesin lotere. Pedro memenangi uang 25 real, lebih dari cukup buat mengantar mereka berdua ke lokasi seleksi pemain Fluminense.

Selanjutnya adalah sejarah hebat. Marcelo lolos seleksi dan menjadi wonderkid sebelum pindah ke Los Blancos dengan tanggung jawab masif menjadi penerus Carlos.

"Tanpa peran kakek, saya tidak akan menjadi pesepak bola," tutur Marcelo, yang sebelumnya bercitacita menjadi pemadam kebakaran seperti sang ayah.

 

Jejak

Carlos memang tidak berpostur tinggi, hanya 168 cm. Tapi, untuk seorang Marcelo, bayang-bayang si mungil Carlos bak menyelimuti seluruh sisi kiri dari lapangan Bernabeu.

Bayangan itu terus menggelayuti sampai ia akhirnya menemukan spot sinarnya sendiri. Marcelo bisa tumbuh dari bocah kecil dengan beban besar, menjadi legenda baru Los Blancos yang sudah pasti akan memberikan beban lebih besar lagi bagi para calon penerusnya.

Seperti kisah satu dekade silam, sejarah seperti berulang lagi. Kali ini bocah belia mencoba menantang hegemoni Marcelo di sisi kiri Real Madrid. Dia Theo Hernandez, yang dibeli Madrid dari tetangganya di ibu kota, Atletico Madrid.

Baca Juga:

Seperti Marcelo saat belia, Theo juga memiliki potensi menjadi raja baru di sisi kiri pertahanan Madrid. Bedanya, situasi Theo barangkali akan lebih sulit.

Meski terbebani status legenda milik sang pendahulunya, Marcelo terbantu keputusan Carlos untuk pundah dari Real Madrid enam bulan setelah Marcelo bertahan.

Theo lebih rumit. Marcelo saat ini baru 29 tahun, masih menginjak masa keemasan. Marcelo juga wakil kapten Los Blancos, yang otomatis punya karakter kepemimpinan.

Karier Theo barangkali tak akan secepat roket Marcelo satu dekade lalu, tapi jika bersabar Theo punya potensi meneruskan jejak Marcelo dan Carlos di Madrid.

Nikmati berita olahraga pilihan dan menarik langsung di ponselmu hanya dengan klik channel WhatsApp ini: https://whatsapp.com/channel/0029Vae5rhNElagvAjL1t92P