Terverifikasi Administratif dan Faktual oleh Dewan Pers
Pro dan kontra bermunculan sesaat setelah keputusan penangguhan regulasi pemain U-23 Liga 1 terbit.
Penulis: Ferry Tri Adi
Klub yang setuju sebagian besar menganggap penangguhan regulasi tersebut menguntungkan tim. Mereka bisa menggunakan komposisi terbaik. Sementara klub yang kontra menyebut operator seenaknya dan tidak konsisten.
Tidak hanya klub, pegiat sepak bola seperti Save Our Soccer (SOS) juga menanyakan perihal perubahan regulasi tersebut.
"Pahit-pahitnya, jadwal klub dengan banyak pemain U-23 yang dipanggil timnas harus diubah."
Tigorshalom Boboy, Chief Operating Officer (COO), PT LIB
“Entah ini hadiah Lebaran atau lelucon. Regulasi kompetisi seenaknya diganti di tengah jalan. Bila semua bisa diubah, buat apa ada regulasi?,” tutur Akmal Marhali, koordinator SOS.
Terlepas dari pro dan kontra itu, PT Liga Indonesia Baru (LIB) selaku operator punya pemikiran sendiri. Melalui Tigorshalom Boboy, Chief Operating Officer (COO), PT LIB sudah memikirkan segala aspek hingga keputusan penangguhan regulasi pemain U-23 keluar.
Tigor menjelaskan bahwa keputusan tersebut merupakan yang terbaik untuk menghindari keputusan yang lebih ekstrem lagi. Hal yang menjadi fokus perhatian tak lain ialah sisi teknis kompetisi.
“Kami selaku operator dan PSSI sebenarnya melihat sisi teknis dari kompetisi. Pasti setiap keputusan memunculkan pro dan kontra. Namun, logikanya klub tidak terlalu dirugikan keputusan ini," ucap Tigor.
"Sekarang malah klub bisa bebas memakai pemain. Keputusan ini justru menghindari keputusan yang bisa lebih ekstrem. Kalau kami tidak memberlakukan aturan ini, liga bisa saja berhenti sementara."
"Pahit-pahitnya, jadwal klub dengan banyak pemain U-23 yang dipanggil timnas harus diubah. Hal itu tentu lebih mengganggu jalannya kompetisi,” tutur Tigor.
Pembinaan
PT LIB tak ingin mengambil risiko besar jika menghentikan liga. Pada 2014 lalu operator liga sempat memberhentikan kompetisi lantaran timnas harus berlaga di Asian Games 2014 pada September.
Efeknya berlanjut hingga penyelenggaraan Piala AFF 2014. Kompetisi mangkrak hingga dua minggu sebelum Piala AFF yang digelar pada November.
Timnas pun tak bisa maksimal menggelar pemusatan latihan dan babak belur di ajang Asia Tenggara itu dengan tidak lolos fase grup.
Inkonsistensi PT LIB dan PSSI bisa jadi hanya pembinaan. Niat mencetak pemain muda secara masif berhenti di tengah jalan. Mimpi baik ingin memberikan jam terbang untuk pemain muda harus tertunda lagi.
Baca Juga:
“Pembinaan memang hal wajib bagi setiap klub. Jangan jauh-jauh membandingkan Indonesia dengan Eropa. Lihat saja dulu Thailand dan Malaysia, yang sudah punya tim mudanya sendiri," ujar Tigor.
"Niat awal regulasi pemain U-23 memang ingin mencetak pemain muda yang masif. Hal itu memaksa klub untuk membuat tim U-19 sejak tidak ada lagi kompetisi U-21 dan usia di bawahnya."
"Saya melihat klub malah diuntungkan dengan regulasi pemain U-23 itu. Banyak pemain bagus muncul. Memang selalu ada kelebihan dan kekurangan dari setiap keputusan. Namun, penangguhan regulasi pemain U-23 ini menjadi yang paling baik."
"Selalu muncul pro dan kontra. Kalau kami tak menangguhkan regulasi pemain U-23, pasti muncul juga protes,” ujarnya.