Terverifikasi Administratif dan Faktual oleh Dewan Pers
No escucho y sigo, porque mucho de lo que esta prohibido me hace vivir. Demikian penggalan lirik dari band rok asal Argentina, Callejeros, dalam salah satu lagu mereka: Prohibido (Yang Terlarang).
Penulis: Rizki Indra Sofa
Lagunya sudah dirilis cukup lama, tahun 2004. Apabila diterjemahkan ke Bahasa Indonesia, artinya kurang lebih: saya menolak mendengar apalagi menjadi pengikut, karena yang terlarang itu memenuhi jiwa dengan kehidupan.
Sebagai penggemar musik cadas, Jorge Sampaoli tahu Callejeros.
Ia bahkan amat terkenang dengan lagu tersebut sampai memutuskan buat menato lengan kirinya dengan penggalan lirik secara utuh: No escucho y sigo, porque mucho de lo que esta prohibido me hace vivir.
Tato tersebut masih ada sampai saat ini meski sudah jarang terlihat mengingat ia lebih sering memakai baju berlengan panjang. Lirik lagu itu menginspirasi Sampaoli untuk terus memberontak.
Ia melawan pandangan skeptis dan tatapan negatif orang akan perkembangan kariernya sebagai pelatih klub. Saat itu, ia masih bergelut dengan klub medioker di Peru.
"Kalau saya mendengar apa yang dikatakan orang-orang, mungkin saya sudah berhenti melatih dan bekerja di bank. Saya jelas tidak punya peluang bertahan di dunia sepak bola, tapi saya menolak buat menerima situasinya," ucap pria berusia 57 tahun itu di FIFA.
"Saya menutup telinga dan terus berjuang. Itulah seni memberontak, tak membiarkan orang menyetop apa yang sedang kita perjuangkan. Lirik lagu itu membekas di hati dan itu alasan saya memakainya untuk tato," ujar Sampaoli.
Kejayaan Kontinental
Pelan-pelan membangun karier dari Peru dan Ekuador, kesempatan besar pertamanya muncul di Cile bersama satu dari triumvirat klub tersukses: Universidad de Chile.
Baca Juga:
Spirit pemberontak dan menolak tenggelam dalam komentar miring membuatnya bisa berubah dari musuh publik di klub itu menjadi pahlawan terbesar mereka hanya dalam 12 bulan!
Sampaoli membawa kedisiplinan, gaya main, dan yang terpenting ide besar buat Universidad yang sulit dicerna apalagi diterima pemain.
Ia menjual pemain bintang yang dianggap tak sesuai gayanya. Para pemain tak mengerti ide Sampaoli, sebagian besar fan menghujatnya, dan petinggi klub meragukannya.
Tapi, Sampaoli tak diberhentikan sehingga ia masih punya peluang mewujudkan ambisi mengubah Universidad menjadi tim ofensif.
Laga clasico melawan Colo Colo, tim tersukses di Cile, menjadi titik balik. Universidad menang. Ide Sampaoli mulai diterima fan dan pemain.
Kejayaan berlanjut hingga Universidad juara Torneo Apertura (Turnamen Pembuka) 2011 dan 2012, ditambah Torneo Clausura (Turnamen Penutup) 2011. Semua di kesempatan pertama.
Di tiap edisi, anak asuh Sampaoli selalu menjadi tim tertajam di tabel kompetisi. Mereka tak terkalahkan dalam 35 pertandingan domestik!