Terverifikasi Administratif dan Faktual oleh Dewan Pers

Jorge Sampaoli, Si Pemberontak Pencipta Sejarah

By Kamis, 8 Juni 2017 | 12:02 WIB
Jorge Sampaoli (kanan) saat diperkenalkan sebagai pelatih timnas Argentina dalam jumpa pers di Ezeiza, Buenos Aires, 1 Juni 2017. (JUAN MABROMATA / AFP)

No escucho y sigo, porque mucho de lo que esta prohibido me hace vivir. Demikian penggalan lirik dari band rok asal Argentina, Callejeros, dalam salah satu lagu mereka: Prohibido (Yang Terlarang).

Penulis: Rizki Indra Sofa

Lagunya sudah dirilis cukup lama, tahun 2004. Apabila diterjemahkan ke Bahasa Indonesia, artinya kurang lebih: saya menolak mendengar apalagi menjadi pengikut, karena yang terlarang itu memenuhi jiwa dengan kehidupan.

Sebagai penggemar musik cadas, Jorge Sampaoli tahu Callejeros.

Ia bahkan amat terkenang dengan lagu tersebut sampai memutuskan buat menato lengan kirinya dengan penggalan lirik secara utuh: No escucho y sigo, porque mucho de lo que esta prohibido me hace vivir.

Tato tersebut masih ada sampai saat ini meski sudah jarang terlihat mengingat ia lebih sering memakai baju berlengan panjang. Lirik lagu itu menginspirasi Sampaoli untuk terus memberontak.

Ia melawan pandangan skeptis dan tatapan negatif orang akan perkembangan kariernya sebagai pelatih klub. Saat itu, ia masih bergelut dengan klub medioker di Peru.

"Kalau saya mendengar apa yang dikatakan orang-orang, mungkin saya sudah berhenti melatih dan bekerja di bank. Saya jelas tidak punya peluang bertahan di dunia sepak bola, tapi saya menolak buat menerima situasinya," ucap pria berusia 57 tahun itu di FIFA.

"Saya menutup telinga dan terus berjuang. Itulah seni memberontak, tak membiarkan orang menyetop apa yang sedang kita perjuangkan. Lirik lagu itu membekas di hati dan itu alasan saya memakainya untuk tato," ujar Sampaoli.

Kejayaan Kontinental

Pelan-pelan membangun karier dari Peru dan Ekuador, kesempatan besar pertamanya muncul di Cile bersama satu dari triumvirat klub tersukses: Universidad de Chile.

Baca Juga:

Spirit pemberontak dan menolak tenggelam dalam komentar miring membuatnya bisa berubah dari musuh publik di klub itu menjadi pahlawan terbesar mereka hanya dalam 12 bulan!

Sampaoli membawa kedisiplinan, gaya main, dan yang terpenting ide besar buat Universidad yang sulit dicerna apalagi diterima pemain.

Ia menjual pemain bintang yang dianggap tak sesuai gayanya. Para pemain tak mengerti ide Sampaoli, sebagian besar fan menghujatnya, dan petinggi klub meragukannya.

Tapi, Sampaoli tak diberhentikan sehingga ia masih punya peluang mewujudkan ambisi mengubah Universidad menjadi tim ofensif.

Laga clasico melawan Colo Colo, tim tersukses di Cile, menjadi titik balik. Universidad menang. Ide Sampaoli mulai diterima fan dan pemain.

Kejayaan berlanjut hingga Universidad juara Torneo Apertura (Turnamen Pembuka) 2011 dan 2012, ditambah Torneo Clausura (Turnamen Penutup) 2011. Semua di kesempatan pertama.

Di tiap edisi, anak asuh Sampaoli selalu menjadi tim tertajam di tabel kompetisi. Mereka tak terkalahkan dalam 35 pertandingan domestik!

Kejayaan berlanjut ke level kontinental. Jorge Sampaoli membawa Universidad ke partai puncak Copa Sudamericana 2011 (kompetisi kasta kedua antarklub Amerika Selatan sekelas Liga Europa) untuk melawan klub Ekuador, LDU Quito.

Universidad menang agregat 4-0 dengan Eduardo Vargas mengemas tiga dari empat gol klub. Vargas pun mendapat tiket ke Eropa dan sempat bermain untuk Napoli serta Valencia.

Universidad dan Sampaoli resmi mencatat sejarah. Sampaoli sukses memberi titel kontinental pertama dan satu-satunya buat Universidad sampai saat ini.


Pelatih Jorge Sampaoli memberikan instruksi pada para pemainnya dalam pertandingan Liga Champions Grup H antara Juventus kontra Sevilla, di Juventus Stadium, Turin, Italia, 14 September 2016. (VALERIO PENNICINO/GETTY IMAGES)

Karakter

Spirit pemberontakan yang sama ia bawa kala pertama kali mengadu nasib di Benua Biru buat melatih tim La Liga, Sevilla.

Kali ini, si bos menghadapi status quo yang lebih ekstrem dalam wujud dominasi dua raksasa Eropa, Real Madrid dan Barcelona, di liga yang sama!

Tapi, Sampaoli terus memegang prinsip. Ia memberontak terhadap dominasi kedua tim, plus Atletico Madrid.

Tak tanggung-tanggung, debut Sampaoli di Sevilla langsung berjumpa Madrid di Piala Super Eropa dan Barcelona (dua laga Piala Super Spanyol).

Sevilla dan Sampaoli kalah di tiga laga tersebut, otomatis melepaskan potensi raihan dua gelar. Kenangan akan kejayaan bareng Unai Emery, pemberi tiga titel Liga Europa buat Sevilla, terus menyeruak.

Sampaoli kembali diragukan, tapi pada akhirnya ia memberi Sevilla sesuatu apa yang tak kalah vital: identitas baru. Sevilla menjadi kuda hitam di La Liga, dan lolos ke fase gugur Liga Champions.

Baca Juga:

Mereka memeragakan permainan ofensif yang enak ditonton, hingga akhirnya mengakhiri musim di pos keempat klasemen, bermodalkan 71 angka, raihan tertinggi kedua klub sepanjang sejarahnya.

Dalam perjalanannya, Sevilla mengalahkan Madrid (menyetop rekor 40 partai tanpa kalah di semua ajang) dan Atletico, serta menyulitkan Barca.

Mereka mengemas 69 gol di liga dari 15 pemain di semua posisi. Sampaoli sangat meyakini konsep yang tengah dibangun Los Nervionenses. Musim keduanya di Spanyol bisa menjadi kesempatan kesuksesan.

Hanya, sebagai Argentino, ia tak bisa mengkhianati hatinya. Ia lagi-lagi memberontak dan menerima pinangan tim nasional Argentina.

Seperti di Universidad de Chile dan Sevilla, Sampaoli siap menciptakan sejarahnya sendiri di Albiceleste.

"Tak ada satu pun pelatih asal Argentina yang sedang melatih tim besar sekalipun akan menolak ketika diminta mengarsiteki skuat negaranya," tutur Sampaoli pada 2016.

Nikmati berita olahraga pilihan dan menarik langsung di ponselmu hanya dengan klik channel WhatsApp ini: https://whatsapp.com/channel/0029Vae5rhNElagvAjL1t92P