Terverifikasi Administratif dan Faktual oleh Dewan Pers
Dengan paceklik gelar liga sejak 2004 dan kecenderungan puas dengan finis di zona Liga Champion, agak sulit menempatkan Arsenal sebagai kandidat juara pada awal musim. Namun, untuk beberapa saat, para pendukung sempat percaya mereka bisa menjadi penantang juara.
Penulis: Christian Gunawan
Arsenal membuka musim dengan hasil mengecewakan, kalah 3-4 di Stadion Emirates di tangan Liverpool. Pengaruh kekalahan itu pada akhir musim tentu belum dipikirkan. Apalagi, Mesut Oezil cs. bisa bangkit setelah kekalahan itu.
Sejak hasil seri di rumah juara bertahan, Leicester, di pekan kedua, Gunners membuat enam kemenangan beruntun. Kemenangan 3-0 atas Chelsea melambungkan Gunners ke daftar calon kampiun.
Klub London Utara ini juga tak terkalahkan di 14 partai usai kalah dari Liverpool. Di dalam deret itu, terdapat hasil seri kontra Tottenham dan Manchester United.
Baca Juga:
Namun, seperti pada kebanyakan musim sejak gelar terakhir, inkonsistensi menyergap. Pada medio Desember usai 14 partai tak pernah kalah itu, Gunners dua kali kalah, dari Everton dan Manchester City.
Arsenal bangkit lagi dengan lima laga tak terkalahkan, empat di antaranya berupa kemenangan. Namun, hasil itu berlanjut dengan empat angka saja dari enam laga. Chelsea dan Liverpool bisa menang, City menahan seri. Sampai akhir April, Arsenal telah sembilan kali kalah. Angka ini terlalu besar untuk persaingan di papan atas.
Kilau muncul lagi saat Arsene Wenger menyajikan pola 3-4-2-1 di fase akhir musim. Namun, walau bisa selalu menang di lima pekan terakhir, Gunners mesti finis di luar zona Liga Champion, untuk pertama kali sejak 1996/97.
Untuk menambah pedih luka dan kegerahan para suporter, inilah musim pertama Arsenal sejak 1994/95 dengan finis yang lebih rendah daripada tetangga sekaligus rival, Tottenham.