Terverifikasi Administratif dan Faktual oleh Dewan Pers
Setelah bencana musim 2015/16, di mana Chelsea hanya berada di peringkat ke-10 dan harus melupakan Eropa, menjelang musim baru The Blues hanya memberi target empat besar buat manajer barunya, Antonio Conte.
Penulis: Dian Savitri
Pada enam laga awal, Conte memakai formasi 4-1-4-1 pada lima laga dan 4-3-3 pada satu laga. Hasilnya adalah tiga kali menang, satu kali seri, dan dua kali kalah. Dua kekalahan itu didapat dari rivalrival berat, Liverpool dan Arsenal.
Hasil dari Liverpool dan Arsenal itu membuka mata Conte. Pria asal Italia itu mencari cara untuk membuat Chelsea bisa kembali bangkit dari dua kali kalah itu. Juga untuk memenuhi target.
“Hasil yang buruk, permainan yang buruk,” kata Conte, setelah timnya kalah 0-3 dari Arsenal, September lalu, seperti dikutip dari situs TSN.
“Kami harus melakukan refleksi. Chelsea adalah klub besar, namun hanya di atas kertas, bukan di lapangan. Sekarang, saya harus menemukan keseimbangan dalam tim dalam waktu cepat,” lanjut Conte.
Baca Juga:
Conte tak butuh waktu lama. Pada pekan ke-7 dan seterusnya, ia memakai formasi spektakuler: 3-4-3 atau yang bisa diterjemahkan menjadi 3-4-2-1. Intinya, Conte memakai sistem tiga bek, sebuah formasi yang tak terpikirkan sebelumnya di Liga Inggris.
Hingga akhir musim, pembicaraan hanya seputar formasi itu dan akhirnya banyak klub yang mengopinya, meski hasilnya tak bisa diandalkan. Beda dengan Chelsea.
Dengan formasi itu, tiga bek yang bertugas murni menjaga pertahanan. Fungsi bek sayap dihilangkan. Sementara, empat gelandang di depannya juga tak perlu khawatir dengan pertahanan. Dua pemain sayap mendampingi satu striker.
Dalam 32 laga sisa, Chelsea hanya kalah tiga kali (dari Tottenham, Crystal Palace, dan Manchester United) dan dua kali seri (dari Liverpool dan Burnley). Sisanya dilalui dengan kemenangan. Pada akhir musim, Chelsea memenangi 30 laga Premier League, tiga kali seri, dan lima kali kalah. Chelsea sudah menduduki puncak klasemen sejak kelar pekan ke-12.
Oleh ESPN, terobosan yang dilakukan Conte itu "memenangi" sebuah kategori yang bernama tactical decision of the season.
Conte tidak hanya membawa Chelsea berada di empat besar di klasemen akhir, namun juga menjadi juara pada musim pertamanya di Inggris.
“Ekspektasi awal untuk Chelsea pada awal musim tidak tinggi. Mencoba dan berjuang untuk bisa berada di zona Liga Champion. Namun, ekspektasi seperti itu justru menjadi pendorong para pemain dan saya untuk mencoba mengubah pendapat pers dan mereka yang terlibat di sepak bola setiap pekan,” kata Conte.
MOMEN TERBAIK: Gol Tunggal Batshuayi
Gol tersebut dibuat oleh Michy Batshuayi pada laga pekan ke-37 ke gawang West Brom (15/5). Dengan demikian, Chelsea sudah memastikan menjadi juara Premier League dengan dua laga tersisa buat The Blues. Batshuayi masuk menggantikan Pedro pada menit ke-76. Enam menit kemudian, Batshuayi membuat gol, tidak hanya untuk menentukan kemenangan, namun juga menentukan juara liga.
MOMEN TERBURUK: Kalah dari Mourinho
Chelsea datang ke Old Trafford untuk menjumpai Manchester United dan eks manajer mereka, Jose Mourinho (16/4). Pada saat itu, Chelsea sudah dijuluki sebagai The Untouchables. Akan tetapi, Mourinho bisa membongkar pertahanan yang dibangun Conte. United menang 2-0. Mourinho pun menunjuk lambang United di dadanya kelar laga itu.