Terverifikasi Administratif dan Faktual oleh Dewan Pers
Piala Dunia U-20 seperti mesin produksi bakat-bakat top yang kelak merajai sepak bola dunia. Hanya, tak selamanya pemain terbaik di turnamen akbar level junior itu lulus sebagai bintang pula di medan kancah senior.
Diego Maradona, Robert Prosinecki, Lionel Messi, Sergio Aguero, atau Paul Pogba merupakan contoh barisan alumni yang sukses dari Piala Dunia U-20.
Mereka melanjutkan kiprah cemerlang di ajang dwitahunan itu ke level profesional.
Maradona menyabet gelar Pemain Terbaik Piala Dunia U-20 dan berhak atas Bola Emas pada edisi Jepang 1979. Adapun Prosinecki mengikutinya pada 1987.
Messi (2005), Aguero (2007), dan Pogba (2013) merupakan jebolan turnamen ini yang juga menuai kejayaan setelah lulus pada era kekinian.
Di sisi lain, banyak pula para peraih Bola Emas yang malah flop alias gagal setelah menapaki panggung senior. Berikut lima di antaranya.
1. Caio Ribeiro Decoussau (Brasil, 1995)
Caio Ribeiro and Roberto Carlos at Inter Milan, 1995/96. pic.twitter.com/EWmsXLWLrN
— 90s Football (@90sfootball) June 19, 2015
Nama singkatnya Caio, sesingkat popularitasnya di level elite persepakbolaan dunia. Ia dinobatkan sebagai Pemain Terbaik Piala Dunia U-20 1995.
Caio membantu Brasil mencapai final. Mereka dikalahkan Argentina di laga puncak. Sebagai penyerang berlabel wonderkid kala itu, Caio sangat impresif, terutama di fase gugur.
Ia mencetak tiga gol dalam empat partai knock-out. Koleksi totalnya adalah lima gol, hanya kalah satu dari Joseba Etxeberria (Spanyol).
Kecemerlangan itu mengundang minat Inter Milan. Saat berusia 19 tahun, Caio termasuk salah satu pemain pertama yang direkrut Inter pada awal era Presiden Massimo Moratti.
Baca Juga:
Pada 1995, dia dibeli seharga 7 miliar lira (kini Rp 54 miliar) dan menjadi rekor termahal dunia bagi pemain remaja ketika itu. Hasilnya?
Cuma enam penampilan di Inter pada musim 1995-1996, striker yang sempat dijuluki Sang Profesor Kecil itu hengkang ke Napoli (1996-1997). Selanjutnya, Caio tenggelam.
Tanpa gol di Serie A, kariernya mentok, dan dia pun kembali ke Brasil buat membela Santos, Flamengo, Fluminense, Gremio, Botafogo, serta klub divisi bawah Liga Jerman, Rot-Weiss Oberhausen.
Caio pensiun pada usia 30 tahun. Pria kelahiran 16 Agustus 1975 itu lalu menjadi komentator di media Brasil, Rede Globo.
Ironisnya, jika sang peraih Bola Emas edisi Qatar 1995 itu karam, banyak pemain di tim lain seangkatannya meroket di level senior.
Ambil contoh Raul Gonzalez, Fernando Morientes (Spanyol), Mark Viduka (Australia), hingga Hidetoshi Nakata (Jepang).