Terverifikasi Administratif dan Faktual oleh Dewan Pers
Salah satu motivasi besar bagi Manchester United untuk menjadi kampiun Liga Europa adalah keuangan. Potensi pemasukan finansial itu sangat erat kaitannya dengan Liga Champion, hadiah bagi juara di Stockholm nanti. Sebagian karena batalnya pemotongan nilai kontrak sponsor.
Penulis: Christian Gunawan
Pada awal pekan lalu, Man. United mengeluarkan laporan keuangan kuartal terakhir. Mereka memperkirakan peningkatan pendapatan tahunan antara 560 juta sampai 570 juta pound.
Ramalan kenaikan sebesar 12,9 persen atau senilai 31,4 juta pound itu merupakan efek lonjakan pemasukan dari pembagian hak siaran televisi.
“Kami memperkirakan performa finansial tahun penuh yang lebih baik daripada perkiraan awal. Dengan demikian, paduan pendapatan dan profit kami untuk tahun bersangkutan juga meningkat,” kata Executive Vice-Chairman, Ed Woodward, dikutip The Independent.
Salah satu pemasukan yang mendukung kenaikan tersebut adalah dari Liga Europa. Kegagalan mengakhiri musim di papan atas atau zona Liga Champion sedikit tertutup langkah di kompetisi yang belum pernah ditaklukkan United itu sampai ke laga puncak.
Namun, kekalahan di final yang akan digelar di Stockholm, Swedia, ini bisa berujung penurunan pendapatan sampai 50 juta pound (sekitar 866,5 miliar rupiah) musim depan. Kaitannya sangat erat dengan Liga Champion.
Kepastian gagal menembus empat besar Premier League menjadikan gelar Liga Europa sebagai satu-satunya jalan buat United untuk bisa lolos ke LC musim depan. Juara Liga Europa mendapat ganjaran yang sangat bagus untuk pemasukan potensial klub, yakni partisipasi di LC. Gagal berarti hilangnya potensi pendapatan.
Bayaran Besar
Cliff Baty, Chief Financial Officer (CFO) United, menuturkan potensi pemasukan sebesar 50 juta pound itu jika United berlaga di LC musim depan alias bisa keluar sebagai juara Liga Europa. Sudah bukan rahasia LC adalah sumber pemasukan besar bagi klub pesertanya.
United sudah bertahun-tahun merasakannya, tapi tidak demikian musim ini setelah hanya finis di peringkat kelima musim lalu. Walau United masih merupakan salah satu klub tersukses di dunia secara finansial (tergambar dalam laporan keuangan), wajar bila Si Iblis Merah mengincar lagi tempat di kompetisi mewah antarklub Eropa itu.
Sebagai gambaran yang akan bikin United semakin bernafsu ke Liga Champion lagi, tetangga yang riuh, Man. City, mengeruk 76 juta pound musim silam setelah berhasil melangkah sampai semifinal sebelum dihentikan Real Madrid yang kemudian menjadi juara lagi.
Baca Juga:
Kampiun Liga Europa musim ini akan langsung tampil di fase grup Liga Champion 2017/18. sebuah klub sudah mendapatkan 12,7 juta euro. Setiap kemenangan dihargai 1,5 juta euro. Pendapatan itu belum termasuk dari televisi dan karcis pertandingan. Layaklah United mengincar sumber pemasukan besar itu.
Konsekuensi Pribadi Sebagian dari pendapatan potensial yang disebut Baty itu berasal dari batalnya pemotongan pemasukan. Porsi besar pemangkasan terasa dalam kontrak dengan salah satu sponsor terbesar. United akan melihat penurunan nilai kontrak per annum dengan Adidas sebesar 30 persen atau nominalnya sebanyak 21 juta pound.
Besaran itu hanya akan berpengaruh 4 juta pound untuk tahun fiskal 2017. Sisanya dibagi ke durasi sisa kontrak antara United dan produsen perlengkapan olahraga asal Jerman itu, sekitar 2,1 juta pound per tahun.
“Hal terpenting yang perlu diingat adalah kerugian itu disebar ke masa sisa kontrak,” ucap Cliff Baty, Chief Financial Officer (CFO) United.
Kontrak Adidas dan United masih akan berlangsung sampai delapan tahun lagi. Kehilangan sejumlah pemasukan menjadi konsekuensi kegagalan yang bakal dihindari, termasuk bagi sebagian besar pemain juga untuk alasan keuangan.
Jika gagal ke Liga Champion, gaji pemain di atas 20 ribu pound per minggu akan dipangkas sebesar 25 persen. Pengecualian berlaku untuk pemain yang datang musim ini, yakni Zlatan Ibrahimovic, Paul Pogba, Henrikh Mkhitaryan, dan Eric Bailly.
Dua pemain muda, Timothy Fosu-Mensah dan Axel Tuanzebe, bergaji di bawah 20 ribu per pekan.