Terverifikasi Administratif dan Faktual oleh Dewan Pers
Para pemain Ajax Amsterdam kalah pengalaman dari Manchester United. Namun, pasukan muda dari Amsterdam tidak takut pada Iblis Merah di final Liga Europa pada Rabu (24/5) di Friends Arena, Solna, Swedia.
Penulis: Riemantono Harsojo/Theresia Simanjuntak
Pelatih Ajax Amsterdam, Peter Bosz, menyebut para pemain muda di timnya telah membuktikan tetap dapat menang meski kalah pengalaman dari lawan.
Ya, dalam perjalanan ke final Ajax mampu melewati tim dengan para pemain yang lebih berpengalaman.
Dalam leg I perempat final, menampilkan lima pemain yang berusia tidak lebih dari 21 tahun, Ajax mampu menang 2-0 atas Schalke yang menampilkan tim dengan rataan usia 25 tahun.
Ajax menang agregat 4-3 setelah sempat tertinggal 2-3. Hebatnya, pasukan Amsterdam mampu bikin dua gol di markas Schalke ketika tinggal bermain dengan 10 pemain.
Di leg I semifinal melawan Lyon, rataan usia starter Ajax 21,8 tahun. Tim Anak-Anak Dewa mampu menang 4-1 atas Lyon yang tampil dengan rataan usia 25,8 tahun.
Ajax ke final setelah "hanya" kalah 1-3 di kandang Lyon dan tampil dengan 10 pemain di sembilan menit terakhir laga.
Perjalanan di delapan dan empat besar menunjukkan bahwa mental para pemain muda Ajax sudah teruji. Jadi, meski ini partai final, di mana atmosfer dan tekanannya berbeda, Bosz tidak peduli.
Dia akan tetap menampilkan para pemain muda, seperti duet bek tengah Matthijs de Ligt (17 tahun) dan Davinson Sanchez (20), serta penyerang Bertrand Traore (21) dan Kasper Dolberg (19).
"Para pemain saya di Ajax, semuda apa pun, tidak takut," kata Bosz di Voetbal Primeur.
Pancingan Lawan
Para pemain muda Ajax sangat berbakat. Namun, tetap saja, dengan kalah pengalaman mereka mudah terpancing oleh lawan.
Kartu merah di partai tandang perempat final (Joel Veltman) dan semifinal (Nick Viergever) menjadi bukti.
Bosz harus membuat Davy Klaassen cs. terus berkepala dingin sepanjang partai final. United yang memiliki pemain-pemain berpengalaman plus pelatih Jose Mourinho yang lihai bermain pikiran bakal memanfaatkan minimnya pengalaman lawan.
Baca Juga:
Dalam sebuah partai final, faktor pengalaman sering berbicara alias menjadi faktor pembeda antara tim juara dan yang kalah.
Para pemain Ajax kalah pengalaman dari United. Bahkan pemain tertua di tim inti, Lasse Schone (30), baru menjalani final Eropa pertamanya di laga final ini.
Namun, seperti yang dikatakan Bosz, pengalaman berharga dalam perjalanan ke final akan menjadi modal duel di Solna. Pengalaman juga berbicara bahwa pengalaman tidak selalu menjadi faktor penentu.
Kualitas juga penting. Permainan menyerang dan menekan ala Ajax bisa menjadi penentu antara tim juara dan runner-up.
Pasukan Bosz menjadi tim yang paling banyak melepas tembakan pada Liga Europa 2016/17 dengan jumlah 225 (16,07 per laga). Tembakan tepat sasaran Ajax juga paling banyak yaitu 95 kali.
"Kami memiliki gaya bermain unik dan tidak banyak tim yang memiliki itu. Kami tidak takut gaya permainan kami akan gagal. Musim ini sering berjalan baik," kata kapten Klaassen kepada RTL.