Terverifikasi Administratif dan Faktual oleh Dewan Pers
Tepat pukul 12.00 WIB, Luis Milla masuk dari pintu menuju sebuah area di dekat kolam renang Hotel Yasmin.
Hari itu, Senin (8/5/2017), Milla memang dijadwalkan menjalani wawancara khusus dengan Tabloid BOLA, JUARA, dan Kompas.com.
"Hola, hola," demikian ucapan pertama Milla seraya melambaikan tangan awak jurnalis yang sudah menunggu lebih dari setengah jam.
Kesempatan itu tergolong langka. Sebab, sejak didaulat sebagai pelatih tim nasional Indonesia pada Januari 2017, Milla belum pernah melakukan sesi tanya jawab secara eksklusif.
Baca juga: 5 Bintang Dunia yang Pernah Diasuh Luis Milla
Baru pada pekan pertama Mei 2017, PSSI menyusun agenda untuk sejumlah media. Kesempatan itu lantas dimanfaatkan untuk mengajukan pertanyaan yang mungkin belum pernah diterima Milla sebelumnya.
Ada tema fungsi naturalisasi, ilmu yang diserap selama menjadi pemain profesional, ekspektasi publik dan federasi, masa depan sepak bola Indonesia, kesulitan terbesar, serta final Liga Champions.
Kurang lebih 45 menit dihabiskan Milla untuk meladeni sejumlah pertanyaan tersebut. Setiap menjawab, pria berusia 51 tahun selalu melakukan gerakan tangan.
Sementara itu, Bayu Eka Sari selaku asisten sekaligus penerjemahnya, sibuk mencatat jawaban sang juru taktik untuk alih bahasa.
Baca juga: "Jose Mourinho" di Sisi Luis Milla
Pada penghujung sesi, Milla sempat menyatakan, "Inilah wawancara terbaik yang saya jalani selama di sini."
Berikut ini adalah petikan wawancara dengan Luis Milla:
Anda besar di klub yang memiliki identitas kuat, Barcelona. Setelah menetap beberapa bulan di sini, apakah Anda sudah memiliki gambaran lebih jelas terkait identitas sepak bola yang akan diimplementasikan di Indonesia?
Saya datang dari sepak bola yang tidak asing, Barcelona, La Masia. Datang ke Indonesia, saya mendapatkan target. Mungkin saya di sini jangka pendek saja.
Yang sudah saya lihat, Indonesia merupakan negara dengan sepak bola yang bisa berkembang. Masih banyak yang bisa diperbaiki
Masih banyak yang bisa diperbaiki mulai dari struktur dan dasar. Namun, saya menekankan pentingnya pelatih untuk anak-anak.
Baca juga: Nilai Minus Sepak Bola Indonesia di Mata Luis Milla
Apakah kesulitan terbesar Anda selama berada di Indonesia?
Yang paling sulit adalah menyelesaikan pekerjaan yang diminta dalam waktu singkat. Saya menekankan waktu. Akan lebih baik lagi apabila waktunya lebih panjang
Sebab, seorang pelatih pasti sedih apabila proyeknya tidak selesai. Terlebih lagi ketika publik dan federasi memberikan tuntutan besar.
Publik memang memiliki ekspektasi besar terhadap timnas. Siapkah Anda menghadapinya?
Itu sudah menjadi hukum dari kepelatihan. Saya hanya bisa bekerja keras dan berusaha mengeluarkan kemampuan terbaik dari pemain. Saya memahami sekali risikonya.
Seperti yang dikatakan sebelumnya, saya ingin orang mengingat saya dan tim U-22 sebagai orang yang mau bekerja keras.
PSSI melakukan naturalisasi terhadap sejumlah pemain. Terakhir adalah Ezra Walian dan ada pula Stefano Lilipaly di timnas senior.
Seberapa penting peran pemain naturalisasi untuk meningkatkan kualitas skuad? Lalu, apakah ada kemungkinan menambah pemain naturalisasi karena masih ada banyak lagi di Belanda?
Selama pemain itu bisa menjadi pembeda dan meningkatkan kualitas tim kami, saya sangat senang. Paling dekat adalah Ezra Walian.
Saya senang saat dia bergabung dengan tim kami karena dirinya memiliki kemauan bekerja keras untuk Indonesia. Dia menunjukkannya dalam pertandiongan melawan Myanmar. Dia memutuskan bermain untuk Indonesia, padahal dirinya berasal dari klub besar Eropa.
Baca juga: Wawancara Eksklusif, Lilipaly di Antara Mimpi Promosi dan Rindu Timnas
Ada banyak pelatih sukses yang ketika bermain menjadi gelandang bertahan. Sebut saja Carlo Ancelotti, Josep Guardiola, Antonio Conte, Diego Simeone, dan Didier Deschamps.
Anda juga di posisi serupa saat bermain. Bagaimana posisi ketika bermain memengaruhi gaya kepelatihan Anda?
Pemain tengah adalah bagian penting dalam tim. Mengapa? Semua aksi yang terjadi dalam sepak bola harus melewati lini tengah. Sebagai pemain tengah, saya bisa melihat banyak hal positif dan negatif dalam tim. Akhirnya sebagai gelandang, saya menjadi sosok yang bisa memperbaiki tim.
Saat pensiun, saya memutuskan untuk menjadi pelatih. Sebab, saya ingin memberikan solusi kepada tim dan memperbaiki tim.
Ketika menjadi seorang pemain tengah, saya juga mendapatkan banyak informasi. Kita bisa melihat saat ini. Banyak pelatih-pelatih top dunia dulunya adalah pemain
Baca juga: Tiga Maestro yang Menginspirasi Metode Latihan Luis Milla
Ini terkait salah satu bekas klub Anda. Ada dua klub Spanyol di final Liga Champions. Bagaimana Anda memetakan calon juara kali ini?
Perjalanan masih panjang untuk mencapai final. Melawan Atletico Madrid biasanya rumit untuk Real Madrid.
Saya meyakini, Real Madrid bisa mencetak satu gol di kandang Atletico. Namun, saya tidak melihat bahwa Atletico Madrid mampu mencetak tiga gol dan masuk final
Di final, Real Madrid akan ditunggu lawan sulit. Juventus kemungkinan akan masuk final. Mereka adalah tim besar. Bisa dilihat saat melawan Barcelona bagaimana kapasitas Juventus.