Terverifikasi Administratif dan Faktual oleh Dewan Pers
Pencinta Premier League - kasta teratas Liga Inggris - tentu menyadari bahwa musim 2016-2017 hanya menyisakan Chelsea dan Tottenham Hotspur dalam perburuan gelar juara. Lalu, peluang siapa yang lebih besar?
Manajer Tottenham Hotspur, Mauricio Pochettino, telah berhasil mengacak-acak peta persaingan Premier League musim ini. Dia mengubah The Lilywhites dari tim non-unggulan menjadi kandidat penggenggam titel.
Pochettino selalu berhasil mengamankan poin kala menjamu klub-klub raksasa Inggris sekelas Liverpool FC (1-1), Manchester City (2-0), dan Chelsea (2-0).
Di tengah kekalahan ketika bertandang ke rumah Chelsea (1-2), Manchester United (0-1), dan Liverpool (0-2), Harry Kane cs juga masih mampu mencuri poin dari markas Arsenal (1-1) dan Manchester City (2-2).
Pochettino pun membikin Spurs menjadi tim dengan pertahanan terkuat lantaran cuma kemasukan 22 gol!
Mereka mengungguli Man United (24), Chelsea (29), Man City (35), Arsenal (40), dan Liverpool (42).
goals for us this season! We've picked out of our favourites... #COYS pic.twitter.com/7uyYdS4rXM
— Tottenham Hotspur (@SpursOfficial) April 27, 2017
Dari segi ketajaman, Spurs juga hanya berada di bawah Liverpool (70 gol). Total 69 gol yang sudah mereka koleksi sejajar dengan Chelsea dan menaklukkan Arsenal (64), Man City (63), serta Man United (50).
Akan tetapi, Pochettino tidak mempunyai cukup pengalaman dalam bertarung memburu trofi liga.
Satu-satunya bekal dia adalah kisah musim lalu ketika tertinggal tujuh poin dari sang pemuncak, Leicester City, dalam 33 pertandingan yang sudah dimainkan alias sama seperti situasi sekarang.
Harapan Pochettino akhirnya pupus saat partai tinggal menyisakan dua lagi karena Spurs sekadar bermain imbang 2-2 kontra Chelsea, sedangkan Leicester menahan imbang Man United 1-1.
Baca Juga:
Selisih poin antara Spurs dan Leicester yang tetap tujuh poin menguapkan impian kubu White Hart Lane.
Jam Terbang
Perbedaan jam terbang Pochettino dan Manajer Chelsea, Antonio Conte, bisa menjadi pembeda dalam persaingan ini.
Puncak klasemen bukan hal asing bagi Conte. Juventus yang menjadi klub terakhir sang allenatore sebelum berlabuh di Stamford Bridge pada 1 Juli 2016 telah mencicipi tangan dinginnya.
Tiga tahun menangani Juventus sejak musim 2011-2012, Conte selalu sukses membuat anak-anak asuhnya bercokol sebagai capolista dari pekan ke-33 hingga finis.
Tidak tanggung-tanggung, pria berpaspor Italia ini berturut-turut menghancurkan upaya tim yang berbeda, mulai dari AC Milan (2011-2012), Napoli (2012-2013), sampai AS Roma (2013-2014).
Happy birthday @StamfordBridge! pic.twitter.com/QpCBW7lJJj
— Chelsea FC (@ChelseaFC) April 28, 2017
Musim pertamanya di Juventus Stadium, Conte membawa Gianluigi Buffon dan kawan-kawan meraih 13 poin dalam lima pertandingan sisa Serie A - kasta teratas Liga Italia - sedangkan Milan yang sempat menempel Juve dengan jarak satu poin harus menyudahi kompetisi dengan ketinggalan empat poin.
Berlanjut ke musim 2012-2013, Juventus dengan mulus mempertahankan kerenggangan poin atas Napoli sebelum mengunci scudetto dan menutup persaingan dengan keunggulan sembilan poin.
I Bianconeri semakin menggila pada musim berikutnya. Tanpa perlawanan berarti mereka mengakhiri kompetisi dengan surplus 17 angka di atas Roma!