Terverifikasi Administratif dan Faktual oleh Dewan Pers
Sekitar tiga tahun lalu, Arema FC pernah menjadi tim bertabur bintang, terutama di lini depan. Bercokol nama-nama tenar sekaliber Cristian Gonzalez, Greg Nwokolo, dan Beto Goncalves.
Penulis: Indra Citra Sena/Ovan Setiawan
Padahal, tim bertabur bintang sesungguhnya bukanlah identitas Arema. Tengok saja skuat edisi 2009-10, yang sukses merengkuh titel juara LSI bermodalkan pemain-pemain berlabel biasa saja seperti Roman Chmelo serta duet Singapura, Noh Alam Shah dan Muhammad Ridhuan.
Satu-satunya nama besar kala itu adalah Pierre Njanka, bek asal Kamerun jebolan Piala Dunia 1998 dan 2002. Dia menciptakan rekor sebagai pemain asing kedua setelah Renato Elias (Sriwijaya FC) yang menyandang ban kapten di tim juara LSI. Setelah larut dalam euforia 2009-10, Arema FC harus mengalami puasa gelar Liga Indonesia.
Klub berjulukan Singo Edan ini cuma bisa merajai berbagai turnamen pramusim, antara lain Inter Island Cup 2014, Bali Island Cup 2015, Trofeo Bhayangkara 2017, dan Piala Presiden 2017. Arema pun berbenah. Label bintang dihapus secara perlahan.
Lini depan Arema tinggal menyisakan Gonzalez, yang sudah merumput selama lima tahun di Malang. Dia masih menjadi mesin gol utama Singo Edan. Di luar Gonzalez, Arema bermaterikan sejumlah putra asli Malang seperti Johan Ahmad Farizi, Dendi Santoso, Beny Wahyudi, Syaiful Indra Cahya, dan Ahmad Bustomi, plus gelandang asing bergaya flamboyan, Esteban Vizcarra. Semangat reborn for better future muncul sebagai jargon anyar di Liga 1.
Manajemen Arema mengambil keputusan berani dalam hal meletakkan pondasi tim, yakni merekrut generasi emas pertama yang menorehkan catatan manis berupa titel juara Galatama 1993. Aji Santoso menduduki jabatan pelatih kepala. Dia tidak sendirian karena masih ada empat stafnya yang familer di telinga Aremania, yaitu Joko "Getuk" Susilo, Singgih Pitono, Kuncoro, serta Yanuar "Begal" Hermansyah (pelatih kiper).
Baca Juga:
Nama-nama baru juga bermunculan di skuat Arema. Adam Alis mencuat sebagai motor serangan di Piala Presiden 2017. Ada lagi trio penghuni skuat tim nasional Indonesia U-22: Bagas Adi Nugroho, Hanif Sjahbandi, dan Nasir. Taktik Rotasi Kombinasi tersebut berbuah trofi Piala Presiden.
Permainan Arema terbilang sulit ditebak lawan karena Aji gemar melakukan rotasi pemain meski kebijakan ini sempat dinilai mengganggu keharmonisan tim. Seiring berjalannya waktu, Aji membuktikan bahwa taktik rotasi membawa banyak manfaat bagi Arema. Kedatangan pemain asing Asia, Jad Noureddine (Lebanon), menambal sektor pertahanan yang akan ditinggal Bagas Adi ke pemusatan latihan timnas U-22.
Mengenai pakem formasi, Arema terbiasa menggunakan 4-3-3, tapi juga mumpuni memakai 3-4-3 asalkan masa tugas Bagas Adi di timnas U-22 sudah berakhir. Dia bisa menghadirkan triplet tangguh di jantung pertahanan bareng Noureddine dan Arthur Cunha.
Pelatih - Aji Santoso
Tak bisa dimungkiri bila kedatangan Aji Santoso di Arema dibarengi dengan kesan kurang meyakinkan. Prestasinya minim. Belum lagi dia harus dibayangi oleh sosok pelatih terdahulu yang karismatik, yakni Milomir Seslija.
Aji tak ambil pusing dengan anggapan tersebut karena ia lebih memilih bekerja dan mempersiapkan tim menyambut Liga 1. Sikap positif ini berbuah manis di turnamen pramusim bertajuk Piala Presiden 2017.
Belum genap tiga bulan menjabat, Aji sudah berhasil mempersembahkan prestasi bergengsi yang sekaligus membungkam seluruh kritik dan cibiran yang merendahkan kapasitas melatihnya.
"Saya adalah pribadi yang menyukai tantangan. Saya akan berusaha mencurahkan tenaga dan pikiran untuk membawa Arema berprestasi," ucap Aji.
Bintang - Johan Ahmad Alfarizie
Usia 26 tahun bagi seorang pesepak bola barangkali adalah umur matang. Hal ini bertambah lengkap dengan jabatan kapten yang diemban Johan Ahmad Alfarizie sejak Piala Presiden 2017 sampai memasuki Liga 1.
Alfarizie layak memimpin rekan setim karena memiliki semangat juara dan semangat juang tinggi. Berposisi bek kiri, pengguna nomor punggung 87 ini tak hanya piawai menggalang pertahanan, melainkan juga merangsek naik membantu serangan Arema.
Selain itu, manajemen Arema menginginkan roh Arek Malang sebagai tipikal pekerja keras tak hilang, Alfarizie merupakan simbol sejati kesuksesan putra daerah di bidang sepak bola mengingat kariernya dimulai dari titik terendah, yakni Akademi Arema.