Terverifikasi Administratif dan Faktual oleh Dewan Pers
Bakat sepak bola Ahmad Nur Hardianto tak pernah dipoles di sekolah sepak bola (SSB) seperti kebanyakan pemain lain. Ia hanya mengasah kemampuannya secara autodidaktik.
Penulis: Sahlul Fahmi
Masa kecil Dian, panggilan Ahmad Nur Hardianto, dihabiskan di Desa Kranji, Paciran, Lamongan. Di sana pula ia mengenal si kulit bulat.
Kegemarannya akan sepak bola tak lantas membawa pemain 22 tahun itu masuk ke SSB. Ia hanya memoles kemampuan bal-balan secara autodidaktik bersama teman-teman di tempat kelahirannya.
"Saya tidak pernah masuk SSB. Pada masa kecil saya hanya main sepak bola di kampung, yang kebetulan terletak di pesisir pantai utara Jawa," kata pemain muda Persela itu.
Karier Dian menuju jenjang profesional dimulai pada 2013. Bermodal bakat alami, dia mencoba peruntungan mengikuti seleksi tim Kabupaten Lamongan yang berlaga di Pekan Olahraga Provinsi (Porprov) Jawa Timur. Saat itu, usianya masih 18 tahun.
"Alhamdulillah, saya lolos seleksi mewakili Lamongan di Porprov Jatim. Saya mulai lebih percaya diri sejak saat itu. Tumbuh kepercayaan terhadap bakat sepak bola yang saya miliki," tutur Dian.
Seusai tampil di Porprov Jatim, Dian lantas mengikuti seleksi Persela U-21, yang saat itu ditangani oleh Ragil Sudirman.
Namun, setelah satu musim bersama Persela U-21, namanya dicoret. Keputusan itu sempat membuatnya putus asa hingga Dian berniat berhenti dari dunia sepak bola.
"Sangat kecewa rasanya dicoret pada saat pendaftaran pemain sudah hampir tutup. Dengan waktu mepet itu saya tak bisa ikut seleksi di klub lain," ujarnya.
Namun, striker kelahiran 8 Maret 1995 itu ternyata tak bisa jauh dari si kulit bulat. Sempat enggan menyentuh bola beberapa bulan akibat dicoret Persela U-21, Dian akhirnya kembali bersahabat dengan bola ketika tim kampungnya ditantang oleh salah satu klub anggota Asosiasi PSSI Kabupaten (Askab) Gresik, Persada.
Penampilan apik Dian kala itu membuat tim pelatih Persada tertarik dengan sang pemain. Seusai laga tersebut, tim pelatih Persada langsung menghubungi pencetak gol Indonesia U-22 dalam laga uji coba versus Myanmar pada 21 Maret 2017 itu.
"Saat itu saya dihubungi salah satu pengurus Persada. Dia menawari saya menjadi pemain Persada. Kebetulan mereka sedang butuh striker. Saya langsung menyetujui tawaran tersebut," katanya.
Kembali ke Lamongan
Dian berpikir saat itu ialah kesempatan untuk menuju Persegres, sebab Persada akan terjun di kompetisi internal Askab Gresik.
"Target saya waktu itu bagaimana caranya bisa masuk tim senior Persegres. Saya berusaha mencetak gol dalam setiap pertandingan yang dijalani Persada agar dipantau oleh tim pelatih Persegres," kata pemain kelahiran Lamongan itu.
Tak main-main, dari tujuh pertandingan yang dilakoni Persada selama mengikuti kompetisi internal Askab Gresik, Dian mencetak sembilan gol. Bahkan Persada yang dibelanya tampil sebagai juara setelah di final mengalahkan PS Kembangan.
Nasib mujur kembali menghinggapi anak pasangan Mustain dan Kaspiah itu. Partai final yang digelar di Stadion Petrokimia Gresik tersebut ternyata disaksikan Liestiadi, pelatih kepala Persegres saat itu.
Baca Juga:
Performa apik Dian membuat Liestiadi mempersilakan striker Indonesia U-22 itu masuk ke skuat Persegres pada 2015. Kala itu, Laskar Jaka Samudera disiapkan terjun mengikuti kompetisi Liga QNB 2015.
Sayang, kompetisi yang baru berjalan dua minggu harus dibubarkan lantaran PSSI mendapatkan sanksi dari pemerintah. Sepak bola nasional sempat vakum hingga akhirnya Piala Presiden 2015 digelar.
Namun, status sebagai pemain muda membuat nama Nur Hardianto tak masuk dalam daftar pemain Persegres di Piala Presiden 2015. Dian tak patah arang. Ia kembali menghubungi pelatihnya di Persela, Didik Ludianto.
"Saya mencoba menghubungi pelatih di Persela, Didik Ludianto, saat didepak Persegres yang mengikuti Piala Presiden 2015. Alhamdulillah sejak saat itu hingga sekarang saya berada di Persela," tutur Dian.
Bahasa Spanyol
Bakat Dian memang tak pernah dilupakan Didik. Sang pelatih yang memberi Dian kesempatan mencicipi level senior lantaran yakin terhadap kemampuan anak asuhnya itu.
“Saat itu saya memang sedang mencari bakat-bakat lokal yang dimiliki Lamongan, di antaranya Dendy Santoso dan Ahmad Nur Hardianto. Regulasi Piala Presiden saat itu mewajibkan memainkan pemain muda yang membuat mereka punya kesempatan diturunkan," tutur Didik.
"Dian memang sudah memiliki bakat yang saya tahu sejak di Porprov Jatim, Persela U-21, dan Persegres. Piala Presiden seperti rezeki buat Dian. Selain bakat, Dian adalah orang yang mau berlatih keras. Dia sering bertanya kepada saya soal sepak bola. Selain itu, Dian tipikal pemain yang mau mempelajari hal baru,” ucapnya.
Kerja keras itu membuat Dian berbaju timnas. Bahkan, semangatnya untuk selalu belajar hal baru berkesan buat Didik.
“Sekarang saja dia sudah mulai belajar bahasa Spanyol. Pagi hari biasanya dia sudah menyapa saya dengan bahasa Spanyol,” kata Didik sambil tertawa.
Membela timnas merupakan cita-citanya sejak kecil. Ia bertekad memberikan semua kemampuannya untuk melambungkan nama Merah-Putih.
“Kini saya bisa menjadi pemain timnas. Sangat bersyukur dengan semua kesempatan ini," kata Dian.
"Banyak sekali pemain yang ingin menjadi pemain timnas. Saya mendapatkan kesempatan tersebut. Karena itu, saya akan berusaha memberikan yang terbaik," ujarnya.