Terverifikasi Administratif dan Faktual oleh Dewan Pers
Kehadiran pelatih Ricky Nelson di sepak bola nasional turut meramaikan persaingan para juru racik klub-klub Liga Indonesia di berbagai kasta untuk beradu taktik dan gengsi.
Penulis: Yan Daulaka/Andrew Sihombing
Empunya nama lengkap Ricky Nelson Gideon Ndun ini menjadi pembicaraan usai berhasil membawa Pusamania Borneo FC (PBFC) tampil di partai puncak Piala Presiden 2017.
Pencapaian ini jelas mengesankan.
Ricky awalnya berstatus pelatih PBFC U-21, tetapi ia yang kemudian diperintahkan membawa tim ke Piala Presiden 2017 setelah Pesut Etam menolak mengirimkan tim utamanya.
Siapa sangka, akhirnya justru mereka yang lolos ke final.
Ricky sendiri tak memungkiri bahwa PBFC sempat diragukan. Tanda tanya bahkan diarahkan pada kualitasnya sebagai pelatih.
"Saya memang melewati banyak fase pahit sebelum berkarier di industri sepak bola," kata pemilik lisensi B AFC tersebut saat secara khusus mengundang BOLA ke Kupang ketika ia menyeleksi pemain muda Nusa Tenggara Timur untuk PBFC U-19.
"Saya juga tidak banyak pengalaman sebagai pemain klub. Tapi, untuk urusan adu taktik di lapangan, saya siap menghadapi siapa pun," ucapnya.
Pengalaman Pahit
Fase pahit yang dimaksud sang pelatih tak lain ketika ia pernah tak dibayar saat melatih di sebuah sekolah hingga kemudian harus bekerja sampingan sebagai pengangkut barang di sebuah event organizer. Ricky juga pernah menjadi pengantar siomay pesanan orang lain.
Tapi, ia tak mau menyerah begitu saja. Sembari mengajar dan bekerja sampingan tadi, ia awalnya menyisihkan waktu untuk mengambil lisensi kepelatihan futsal.
“Saya kepincut terjun di dunia futsal karena melihat ada peluang kerja dan bisnisnya, meski saya tahu lisensi saya masih standar. Namun untuk hidup di kota Jakarta kita harus putar otak” ucapnya.
Baca Juga:
Berbekal lisensi itulah, lelaki yang sempat menjalani sekolah pendeta di Malang selama 8 bulan tersebut masuk ke sekolah-sekolah di Jakarta.
Hingga kemudian ia bergabung dengan Villa 2000 pada tahun 2009.
Dari situ, karier Ricky di dunia kepelatihan semakin jelas. Ia sempat menjadi wakil Asia Tenggara di kursus lisensi C AFC hingga mengikuti program PFA (Profect Future Asia).
Berbekal pengalamannya itu, Ricky bisa leluasa menambah jam terbang kepelatihan di beberapa negara berkat sponsor dari AFC.
“Saya tidak saja belajar teknis dan taktik berlatih dan bermain dalam sepak bola, tapi juga menganalisis, melihat klub, dan segala macam hal yang berkaitan sepak bola.” tuturnya.
Selepas sukses di Piala Presiden 2017, Ricky diyakini bakal menjadi pelatih top. Untuk jangka pendek, lelaki berusia 37 tahun tersebut ingin segera bisa mendapat kepercayaan sebagai komandan di tim Liga 1.
“Musim depan semoga saya bisa memegang klub Liga 1. Untuk itu juga saya akan berangkat ke Singapura pada bulan April demi melanjutkan kursus lisensi A AFC," katanya.