Terverifikasi Administratif dan Faktual oleh Dewan Pers
Apa yang menyebabkan Stefano Pioli bisa langsung membawa Inter meraih rentetan hasil bagus? Pioli makan dengan sendok dan garpu, sementara sang pendahulu, Frank de Boer, lebih suka memakai dua garpu.
Penulis: Sem Bagaskara
Ilustrasi di atas menyinggung peran gelandang asal Prancis yang dibeli Internazionale dengan biaya 36 juta euro dari Monaco pada musim panas 2015, Geoffrey Kondogbia.
"Saya bilang kepada Kondogbia bahwa ia perlu melepas operan simpel, terutama saat badannya memunggungi gawang dan berada di area berbahaya. Tapi, ia tak mau mendengarkan," ucap De Boer usai Inter ditahan imbang Bologna 1-1 di Giuseppe Meazza pada pekan ke- 6 Serie A 2016/17.
Kondogbia kala itu menjadi kambing hitam kegagalan I Nerazzurri meraih poin penuh. Kesalahannya memicu gol balasan Bologna yang dicetak Mattia Destro.
Eks gelandang Monaco dan Sevilla itu mendribel terlalu lama sebelum bola dicuri oleh Simone Verdi, yang lantas menginisiasi serangan balik Bologna.
De Boer kemudian menarik keluar Kondogbia pada menit ke-28!
Setelah blunder itu nama Kondogbia tak pernah lagi terlihat di susunan starter Inter racikan De Boer dalam enam partai berikut.
Soal Kondogbia, De Boer satu pandangan dengan sosok yang ia gantikan di kursi pelatih I Nerazzurri, Roberto Mancini.
"Kondogbia terlalu banyak menyentuh bola dan tak terbiasa bermain di ruang sempit," kata Mancini.
Baca Juga:
Pada era Mancini maupun De Boer, Kondogbia kerap didampingkan dengan Gary Medel di lini tengah. Mereka tak bersifat komplementer karena sama-sama bertipe perusak.
Menduetkan Medel dan Kondogbia ibarat menyantap makanan dengan dua garpu. Medel dijuluki pitbull berkat kebuasannya dalam memburu bola.
Kondogbia berkarakter mirip. Musim ini, ia telah 72 kali mencuri bola dari kaki lawan, catatan tertinggi ketiga di Inter setelah Danilo D'Ambrosio (82 kali mencuri bola) dan Joao Miranda (103).
Komplementer Kebiasaan
Kondogbia berlama-lama dengan bola dan merangsek ke depan membuat ritme Inter kian tak beraturan.
Namun, situasi berbeda terjadi begitu De Boer lengser dan diganti Stefano Pioli pada 8 November 2016.
Pintu starter kembali terbuka buat Kondogbia.
Hasrat "merusak" jebolan akademi Lens itu coba diimbangi Pioli dengan menempatkan seorang distributor bola ulung berkarakter flamboyan sebagai partner.
Awalnya, Pioli memasangkan Kondogbia dengan Marcelo Brozovic di pos jangkar dalam skema 4-2-3-1.
Formula pas lantas ditemukan Pioli, yakni menduetkan Kondogbia bersama rekrutan anyar pada bursa transfer Januari, Roberto Gagliardini.
Karakter mereka saling melengkapi layaknya sendok dan garpu. Gagliardini tak begitu bagus dalam duel, tapi sangat cakap mengatur ritme dan mendistribusikan bola.
Tenaga besar Kondogbia menutupi kelemahan Gagliardini tadi. Sebaliknya, keberadaan sang partner baru membuat Kondogbia bisa lebih leluasa merangsek ke depan.
"Tujuan saya adalah membuat semua pemain berkembang. Kondogbia mulai bermain lebih vertikal. Hal itu sangat penting untuk pendekatan kami," kata Pioli di Fantagazzetta.