Terverifikasi Administratif dan Faktual oleh Dewan Pers
Sejak 2015, sebenarnya PSSI tengah mengebut program kursus pelatih berlisensi C AFC. Namun, program itu terputus akibat sanksi FIFA.
Penulis: Kukuh Wahyudi
Kini, di periode 2017, PSSI kembali berhasrat menggulirkan program tersebut. Dengan tingginya populasi pesepak bola dalam negeri, mulai dari usai muda hingga senior, seyogyanya memang Indonesia memiliki jumlah pelatih berlisensi level AFC lebih banyak dari sekarang.
Saat ini, pelatih berlisensi AFC di Tanah Air hanya mencapai sekitar 200 orang. Sebanyak 68 di antaranya merupakan pelatih dengan lisensi A.
Angka itu tentu sangat kecil bila dibandingkan dengan Jepang, yang memiliki jumlah pelatih berlisensi A AFC sebanyak 60.000 orang. Angka itu pun belum termasuk level B atau C AFC.
Tak mau larut dengan ketertinggalan tersebut, pekan ini PSSI tengah menggelar kursus kepelatihan B AFC setelah sebelumnya kursus C AFC. Kursus berlangsung di kompleks National Youth Training Center (NYTC) PSSI, Bojongsari, Depok, 6-25 Maret 2017.
"Lisensi B itu lanjutan dari C. Bila di C para peserta hanya mendapatkan materi dasar sepak bola, di B materinya akan semakin sulit," kata Emral Abus, instruktur pelatih nasional yang bertindak sebagai asisten dari instruktur AFC, Vincent Subramaniam.
"Di kursus lisensi B, peserta akan mendapatkan meteri lebih ke skill pemain. Mereka diajarkan bagaimana meningkatkan kemampuan pemain," tuturnya.
Menurut Emral, di kelas ini para peserta sangat antusias. Hal itu membuat instruktur yang mendampingi senang.
"Di luar kelas, mereka sering terlibat diskusi bahkan sampai larut malam. Hal ini memunculkan titik cerah untuk kebangkitan sepak bola nasional. Calon pelatih-pelatih begitu bersemangat menuntut ilmu," ujar Emral melanjutkan.
Bila melihat rekam jejak pesertanya, memang tak bisa dimungkiri mereka adalah yang total di sepak bola. Dari 24 peserta, terselip nama Charis Yulianto, Indrianto Nugroho, Ansari Lubis, Uston Nawawi, hingga pelatih-pelatih senior seperti Kas Hartadi.
"Saya bersyukur bisa mengikuti kursus pelatih B ini. Buat saya pribadi tentu bisa lebih pintar karena banyak materi baru yang saya dapatkan. Selama dua minggu di sini banyak ilmu-ilmu yang saya pelajari," kata Charis, eks bek timnas.
Andaikan lancar dan Charis mendapatkan lisensi B, ia pun tak ragu langsung ambil bagian di Liga 1 sebagai asisten pelatih atau di Liga 2 sebagai pelatih.
"Semua itu soal kesempatan saja. Semoga ada kesempatan saya bisa maju ke jenjang itu. Saat ini saya hanya bisa berusaha total untuk jadi pelatih yang baik," tutur mantan pemain Arema, PSM, dan Persija tersebut.
Baca Juga:
Disertasi
Bagi Charis dan peserta lainnya, ilmu baru yang didapatkan tidak mudah. Mereka perlu kerja keras sepanjang hari untuk melahap setiap materi.
"Pasti sangat melelahkan. Belum lagi kini sudah memasuki ujian. Kami dipaksa terus berpikir agar sesuai kriteria instruktur," kata Charis.
Indriyanto senada dengan Charis. "Minggu ini sedang masuk minggu padat. Ada ujian praktik dan membuat disertasi. Otak kami diperas mengikuti kursus ini," ucap Indriyanto.
Menurut mantan striker timnas tersebut, ujian praktik terbagi menjadi tiga tahap. Setelah itu, dilanjutkan membuat disertasi yang berisi tentang sepak bola di daerah masing-masing peserta.
"Kalau saya ambil studi kasusnya adalah SSB Kabomania karena saya ada di sana kan," ujarnya menambahkan.
Instruktur Nasional
Sementara itu, PSSI tak hanya fokus dalam memperbanyak pelatih-pelatih berlisensi AFC. Mereka juga memperbanyak instruktur-instruktur untuk level nasional atau D.
"Bila kita memiliki banyak instruktur nasional, setiap asprov (asosiasi provinsi) bisa lebih banyak menggelar kursus lisensi kepelatihan D lantaran stok instruktur berlimpah. Ujungnya, Indonesia semakin banyak memiliki pelatih," kata Efraim Ferdinand, staf dari bagian edukasi dan lisensi kepelatihan PSSI.
Bila hal itu tercapai, Indonesia makin banyak memiliki pelatih-pelatih dengan rekam jejak yang jelas. Setidaknya mereka bisa berkontribusi ke level-level usia dini atau amatir dengan ilmu kepelatihan yang terbaru, tak hanya bermodalkan pengalaman.