Terverifikasi Administratif dan Faktual oleh Dewan Pers

Sensasi Monaco, Antara Deschamps dan Jardim

By Rabu, 15 Maret 2017 | 16:33 WIB
Pelatih Monaco, Leonardo Jardim, saat mendampingi tim asuhannya melawan Nantes pada laga lanjutan Ligue 1 di Stadion Louis II, Monaco, pada 5 Maret 2017. (VALERY HACHE/AFP)

Usai Paris Saint- Germain tersingkir dari Liga Champion, setelah kalah agregat 5-6 dari Barcelona pada babak 16 besar, maka AS Monaco menjadi satu-satunya wakil Prancis yang masih tersisa di babak tersebut. Pada leg I 16 besar, bermain di City of Manchester, Monaco kalah 3-5 dari Manchester City, 21 Februari lalu.

Penulis: Dian Savitri

Pada Rabu (15/3), Monaco akan menjamu City di Stade Louis II. Mungkinkah Monaco akan menjadi satu-satunya wakil Prancis di perempat final? Bisa saja, asalkan Radamel Falcao dan kawan-kawan bisa membalikkan keadaan, dengan menang minimal 2-0.

Musim ini, Monaco punya andalan bernama Radamel Falcao. Striker asal Kolombia itu sedang menanjak lagi. Berkat kontribusi gol-golnya, juga beberapa pemain lainnya, Falcao membawa Monaco menjadi pemimpin klasemen sementara di Ligue 1.

Di Liga Champion, terutama di 16 besar, Falcao membuat dua dari tiga gol. Satu gol lagi dibuat oleh pemain muda sensasional, Kylian Mbappe. Tiga gol itu sangat krusial. Seandainya Falcao bisa membuat dua gol pada leg II, sementara para pemain bertahan bisa membuat para pemain City tidak berkutik, maka Monaco bisa melangkah ke babak berikut.

Sudah 13 tahun berlalu sejak Monaco bisa menjadi finalis 2003/04. Ketika itu, Monaco kalah 0-3 dari Porto, yang dilatih oleh pelatih yang di kemudian hari punya julukan The Special One, Jose Mourinho.

Baca Juga:

Pada musim itu, Monaco dilatih oleh Didier Deschamps.

Tidak ada yang memprediksi bahwa Monaco bisa mencapai final pada musim itu. Monaco berada satu grup dengan Deportivo La Coruna, PSV Eindhoven, dan AEK Athens. Saat itu, prediksi langsung dibuat dan semua menyebut Monaco akan ada di urutan ketiga di fase grup dan akhirnya hanya akan berada di Piala UEFA. Paling maksimal, Monaco akan ada di urutan kedua dan langsung tersisih pada fase gugur.


Pelatih AS Monaco, Didier Deschamps (kiri), memberi selamat kepada penyerangnya, Dado Prso, seusai laga Grup C Liga Champions 2003/2004 melawan Deportivo La Coruna di Stadion Louis II, Monaco, pada 5 November 2003.(JACQUES MUNCH/AFP)

Mengapa Monaco begitu diremehkan, bahkan oleh pers Prancis sendiri? Deschamps adalah sebabnya. Monaco adalah klub pertama yang ditangani oleh eks kapten tim nasional Prancis itu.

Ketika pertama kali menangani Monaco, pada 2001, usianya baru 33 tahun.

Di kancah antarklub Eropa, Deschamps masih rookie. Deschamps membawa Monaco lolos ke Liga Champion sebagai runner-up Ligue 1 2002/03, musim kedua sebagai pelatih Les Monegasques.

Baca Juga:

Rookie coach Deschamps terus membuat kejutan pada fase gugur Liga Champion 2003/04. Pada 16 Besar, Monaco bermain seri dengan agregat 2-2 atas Lokomotiv Moscow.

Monaco berhak ke perempat final karena gol tandang. Di babak berikut, giliran Real Madrid yang ditahan seri juga dengan skor agregat 5-5 dan Monaco lolos ke semifinal sekali lagi karena unggul gol tandang.

Di semifinal lain ceritanya. Mereka bertemu Chelsea. Bermain di kandang sendiri pada leg I, Monaco menang 3-1. Kemudian di Stamford Bridge, mereka menahan Chelsea, yang ketika itu ditangani oleh Claudio Ranieri dan diperkuat oleh Frank Lampard, Marcel Desailly, dan Claude Makelele, dengan skor 2-2.