Terverifikasi Administratif dan Faktual oleh Dewan Pers
Krisis melanda Roma. Sejak kalah 0-1 dari Villarreal di laga kedua babak 32 besar Liga Europa, pada 23 Februari silam, I Lupi sulit mendapatkan kemenangan.
Penulis: Anggun Pratama
Roma bisa menang 3-1 atas Inter, tetapi kemudian kalah dalam tiga laga berurutan kontra Lazio, Napoli dan Lyon.
Hasil melawan Palermo akhir pekan ini bisa dikecualikan karena kualitas mereka tak setara dengan tiga tim yang disebut lebih awal.
Penurunan performa secara drastis itu terbilang mengejutkan karena dalam lima laga sebelum kalah dari Villarreal, Roma menang lima kali berurutan dengan minimal membuat dua laga di tiap pertandingan.
Total 16 gol bisa dibuat Mohamed Salah dkk. dalam periode tersebut.
Kekalahan 2-4 dari Lyon di Stadion Parc Olympique Lyonnais membuat peluang Sang Serigala melaju jelas menipis. Pelatih Luciano Spalletti menilai timnya memang punya karakter yang aneh.
"Ketika segalanya berjalan dengan baik dan sesuai perkiraan, kami bisa terbang tinggi tak terkejar lawan. Di sisi lain, ketika sesuatu hal berjalan salah, kami tak punya karakter buat melawan balik," ujar Spalletti.
Baca Juga:
Tentu saat menghadapi Lyon pada laga kedua di Stadion Olimpico (16/3), Spalletti berharap bisa melihat bisa mengeluarkan kualitas teknik terbaik demi mengompensasi "karakter" tersebut.
Roma butuh kemenangan minimal 2-0. Pilihan lain adalah menjaga selisih gol menjadi tiga biji bila kebobolan di Olimpico. Seharusnya skenario tersebut bisa terwujud mengingat Roma sangat kuat di Olimpico.
Paling tidak di 2017, Roma rata-rata membuat 2,3 gol per laga di kandang. Masalahnya, bisakah Roma keluar dari periode buruk pada waktu yang tepat?
Roma punya harapan karena performa tandang Lyon buruk. Sudah 18 laga tandang OL lalui dengan delapan kekalahan diderita. Jumlah kemenangan cuma tujuh dengan sisanya imbang.