Terverifikasi Administratif dan Faktual oleh Dewan Pers
Paris Saint-Germain belakangan dibuat pusing oleh lawan yang seolah tak mau bermain dan hanya ingin bertahan. Kepiawaian skuat Les Parisiens memaksimalkan situasi bola mati sekali lagi bisa menjadi pembeda.
Penulis: Sem Bagaskara
PSG sukses membantai rival bebuyutan mereka, Marseille, 5-1 dalam duel bertajuk le classique pada 26 Februari silam. Wajar fan lantas berharap Marco Verratti dkk. kembali menghadirkan festival gol dalam dua laga berikut melawan Niort (2-0) di pentas Coupe de France dan Nancy (1-0) di Ligue 1.
Faktanya, pesta gol tak tercipta. Les Parisiens justru dibuat banyak berkeringat oleh Niort dan Nancy.
Niort, yang merupakan kontestan Ligue 2, nyaris mampu mencegah PSG mencetak gol. Kebuntuan Les Parisiens baru pecah pada periode 15 menit terakhir laga via upaya Javier Pastore (menit ke-78) dan Edinson Cavani (90+4').
Partai melawan Nancy menyuguhkan kesulitan serupa. Les Parisiens mesti menanti gol Cavani pada 10 menit sebelum bubaran untuk memastikan raihan tripoin.
"Hal yang paling sulit adalah melawan tim yang bermain rapat dan bertahan sangat dalam. Kami nyaris terjebak, tapi tim mampu bersabar. Kami tahu bahwa PSG bisa mencetak gol kapan pun," kata bek kanan PSG, Serge Aurier, di situs resmi klubnya.
Kunci PSG memenangi duel melawan Niort dan Nancy adalah mereka mampu memaksimalkan situasi bola mati. Sepasang gol kemenangan Les Parisiens saat bersua Niort bersumber dari skema sepak pojok.
Gol penalti Cavani lantas menjadi penentu kemenangan atas Nancy. Pelatih PSG, Unai Emery, wajib mengimbau anak asuhnya untuk terus mengasah skema bola mati.
Kelemahan