Terverifikasi Administratif dan Faktual oleh Dewan Pers
Kerja keras dan keuletan tak pernah mengkhianati hasil. Hal itulah yang dirasakan oleh pebulu tangkis tunggal putra Indonesia, Sony Dwi Kuncoro.
Sejak bergelut di dunia bulu tangkis, Sony menyimpan cita-cita untuk mendirikan sebuah gelanggang olahraga (GOR). Harapannya, bisa dijadikan bisnis saat kelak dia pensiun.
Tentu bukan perkara mudah untuk mendirikan sebuah GOR. Sony harus melalui proses jatuh-bangun dan perjuangan yang luar biasa demi mewujudkan impiannya tersebut.
Pada akhir Februari lalu, bersamaan dengan bergulirnya Djarum Superliga 2017, JUARA berkesempatan menyambangi GOR milik Sony di kawasan Medokan Asri Tengah, Surabaya.
Awalnya, kami sempat kesulitan menemukan lokasi GOR Sony karena hanya berbekal petunjuk dari aplikasi Google Maps.
Ketika tiba di kawasan Medokan Asri, GOR Sony tak lantas langsung ditemukan. Kami harus bertanya-tanya dulu ke warga sekitar terkait tempat milik atlet peraih medali perunggu pada Olimpiade Athena 2004 itu.
Pertama, kami bertanya kepada beberapa orang yang sedang berkumpul di sebuah kios rokok di persimpangan jalan. Sayangnya, tak satu pun dari mereka tahu soal GOR milik Sony.
Bahkan, salah seorang warga mengaku tidak pernah mendengar kabar soal adanya sebuah GOR di daerah Medokan Asri.
Tak patah arang, kami terus berkeliling mencari alamat hingga akhirnya mendapatkan petunjuk dari warga lain yang mengaku tahu lokasi yang dimaksud.
Dengan logat khas Jawa, sang warga menunjuk jari ke arah seberang jalan.
Sebuah bangunan yang dihiasi cat berwarna biru dan oranye tampak berdiri gagah. Di depannya, tertera tulisan Sony Dwi Kuncoro Badminton Hall.
Inilah tempat yang diimpikan Sony. Sebuah GOR dengan luas bangunan mencapai 1.300 meter persegi dan didirikan di atas lahan seluas 3.400 meter persegi.
Tanah itu dibeli Sony pada 2010, dari hasil keringatnya sebagai pebulu tangkis profesional.
"Mungkin ini adalah keinginan setiap pemain bulu tangkis. Saya punya tabungan dari hasil mengikuti berbagai kejuaraan. Saya sisihkan sedikit demi sedikit untuk mewujudkan cita-cita ini," kata Sony saat ditemui di sela-sela kesibukannya pada Djarum Superliga 2017.
GOR milik Sony baru dibuka pada 10 Februari 2017. Di dalamnya terdapat enam lapangan bulu tangkis yang bisa disewa oleh masyarakat dengan tarif Rp 60 ribu per jam.
Persis di sebelah GOR terdapat sebuah rumah bertingkat yang masih dalam tahap pembangunan. Rumah itu nantinya akan ditempati oleh Sony dan keluarganya.
Sony tak sembarangan dalam membangun GOR-nya tersebut. Seluruh lapangan dialasi karpet karet agar para penggunannya bisa nyaman bermain bulu tangkis.
Baca Juga:
Ia menyatakan bahwa di Surabaya sudab banyak GOR bulu tangkis, tetapi rata-rata lantai lapangannya masih menggunakan kayu dan sudah usang.
"Tempat saya memang bukan standar terbaik, tetapi setidaknya saya ingin bikin senyaman mungkin," ujar Sony.
"Lampunya harus terang, tribune-nya enak. Intinya, adanya tempat ini adalah untuk menambah penghasilan. Saya pun terbantu bisa latihan di sana sewaktu-waktu. Sebelumnya, kalau latihan masih nyewa lapangan orang," kata ayah dengan dua anak perempuan ini.
Fasilitas penunjang GOR milik Sony juga layak diacungi jempol. Selain lapangan berkualitas, terdapat pula sejumlah alat olahraga, dua toilet bersih bagi pria dan wanita yang dilengkapi shower untuk mandi.
Tak hanya itu, GOR juga menyediakan kafetaria yang menjual makanan dan minuman, toko perlengkapan bulu tangkis, hingga mushalla.
Sejauh ini, operasional GOR ditangani langsung oleh istri Sony, Gading Safitri. Ia membawahi enam karyawan yang terdiri dari satu resepsionis, dua petugas kebersihan, dan tiga juru parkir.S
Sony berharap bisnis GOR-nya ini bisa semakin berkembang dan dikenal banyak orang. Ia pun berencana mengembangkan sisa lahan miliknya untuk usaha lain.
"Gedung ini utangnya belum lunas. Kalau saya bisa juarai turnamen tentu bisa cepat kelar, tetapi kalau kalah ya pusing juga," ucap Sony sambil tertawa.
Di sisi lain, dengan adanya GOR tersebut, Sony berhasrat memajukan bulu tangkis di Surabaya. Maklum, dalam beberapa tahun belakangan, Kota Pahlawan seret dalam melahirkan pebulu tangkis andal.
Saat ini, Sony memang bukan lagi pemain pelatnas. Ia terdepak dari "area" Cipayung pada 2014 setelah mengalami serangkaian cedera yang menghambat prestasinya.
Meski demikian, kondisi tersebut tidak menghalanginya untuk terus membangun cita-cita yang didambakannya sejak lama.
Sony seolah mengajarkan bahwa setiap orang bisa mewujudkan impiannya asalkan punya kemauan yang besar dan pantang menyerah.