Terverifikasi Administratif dan Faktual oleh Dewan Pers

Sulitnya Mengerjakan Trek Pangkal Pinang

By Nugyasa Laksamana - Sabtu, 4 Maret 2017 | 16:22 WIB
Mekanik sibuk mempersiapkan motor bagi pebalap di area servis di dalam GOR Sahabudin, Pangkal Pinang, Kepulauan Bangka Belitung, Kamis (2/3). Kesibukan tim-tim peserta mulai terasa jelang balapan motokros dunia Seri 2 MXGP 2017 yang akan berlangsung di Pangkal Pinang pada 4-5 Maret. (PRIYOMBODO/KOMPAS)

Membangun sebuah sirkuit motokros dari lahan kosong dalam waktu hanya tiga pekan bukanlah pekerjaan mudah. Terlebih lagi di tengah hujan yang terus mengguyur Pangkal Pinang, Bangka Belitung.

Akan tetapi, profesionalisme tim pekerja yang dihimpun Youthstream memang sangat tinggi sehingga sirkuit MXGP Pangkal Pinang pun bisa diselesaikan tepat pada waktunya.

"Biasanya kami mengerjakan sebuah sirkuit hanya dalam sepekan, tetapi ini butuh sampai tiga pekan," kata Freddy Verherstraeten, salah satu dari dua desainer sirkuit MXGP Pangkal Pinang, Rabu (1/3).

"Selain karena hujan yang turun terus-menerus, lahan yang kami bangun itu mempunyai empat jenis tanah berbeda, yaitu lempung, lumpur, pasir, dan kapur, sehingga pengerjaannya tidak mudah," ujar Freddy.

Freddy menjelaskan bahwa mereka harus mencampur keempat jenis tanah tersebut untuk mendapatkan yang mereka butuhkan. Hujan yang sering turun membuat proses pengerasan juga berjalan lebih lama.

Desain sirkuit itu sebagian besar dibuat oleh Axel Meneau yang merupakan anak didik sekaligus mitra Freddy.

"Ini adalah desain sirkuit khusus yang saya buat karena kondisi lahan dan jenis tanahnya berbeda. Untuk mendesainnya tidak susah, tetapi untuk membangunnya tidak mudah," kata Axel.

Desain sirkuit Pangkal Pinang ini dibuat mirip sirkuit MXGP Swiss, dengan perubahan tata letak. Perbedaannya adalah jenis tanah.

"Sirkuit ini sangat unik karena tidak ada di tempat lain. Jenis tanah yang berbeda-beda membuat karakter sirkuit ini juga tidak seragam," kata Freddy.

"Di satu bagian, karakter lempungnya sangat kuat, tetapi di tempat lain karakter pasir campur kapur yang kuat. Bagi pebalap, sirkuit ini sangat menantang, apalagi kalau turun hujan," ujar dia lagi.

Freddy dan Axel memastikan sirkuit yang dibangun dengan biaya sekitar Rp 1,5 miliar itu akan benar-benar siap digunakan pada saatnya.

"Sekarang pun sebenarnya sirkuit sudah jadi, tetapi kami harus membersihkannya setelah hujan berhenti. Kami harus membuang genangan air dan merapikan lagi beberapa bagiannya," kata Freddy.

"Dibandingkan dengan sirkuit-sirkuit lain yang kami buat, ini termasuk sirkuit yang cukup sulit. Selain tata letaknya yang khas, jenis tanahnya pun berbeda-beda sehingga membutuhkan pendekatan khusus," ujar Freddy.

Belajar otodidak

"Mendesain sirkuit motokros itu tidak ada sekolahnya. Anda hanya akan bisa mendesainnya kalau Anda pebalap motokros," kata Freddy yang belajar mendesain sirkuit secara otodidak.

"Sebagai pebalap, kita bisa tahu apa yang harus dibuat karena bisa merasakannya, tingkat kesulitan seperti apa yang akan membuat pebalap tertantang, juga mana yang aman dan mana yang tidak aman," jelas Freddy yang juga mekanik mobil.

Freddy dan Alex tentu sangat mengetahui aturan sirkuit yang dibuat Federasi Motor Internasional (FIM) sehingga mendapat penunjukan langsung dari FIM untuk mengerjakan sirkuit Pangkal Pinang.

Freddy yang lahir di Lommel, Belgia, 3 Mei 1968, dan Axel yang lahir dekat Bordeaux, Prancis, 3 November 1989, kini menjadi tim yang kompak dalam mendesain dan membuat sirkuit motokros.

Keduanya adalah pengendara motokros hingga saat ini, meski tidak untuk ikut kompetisi. (OKI)

Artikel ini telah terbit di Harian Kompas edisi Jumat, 3 Maret 2017.