Terverifikasi Administratif dan Faktual oleh Dewan Pers
Rasanya tidak berlebihan bila mengatakan Manchester United diunggulkan menang di final Piala Liga yang digelar di Stadion Wembley pada Minggu (26/2/2017). Lawan mereka “hanya” Southampton, klub papan tengah di Premier League.
Penulis: Christian Gunawan
Kubu Southampton sendiri mengakui posisi mereka sebagai underdog alias bukan unggulan. Namun, label kuda hitam mungkin lebih tepat.
Di sebuah pertandingan puncak, segalanya mungkin terjadi.
Tidak banyak pemain Soton yang pernah mengecap laga final. Dari yang segelintir itu, Cedric Soares mungkin yang paling tepat bicara mengenai kurcaci yang mengempaskan raksasa.
Soares adalah bek anggota tim nasional Portugal yang berjaya di Euro 2016.
Kendati sering tampil di putaran final turnamen besar, Selecao bukan unggulan. Status itu melekat bahkan sebelum laga pembuka ajang yang dihelat di Prancis itu.
Bursa taruhan mengeluarkan angka 20/1 (taruhan satu pound akan menghasilkan 20 pounds jika Portugal menjadi kampiun) untuk menandakan posisi nonunggulan pasukan asuhan Fernando Santos.
Portugal bak menegaskannya dengan hasil tak pernah menang di fase grup. Cristiano Ronaldo cs. hanya membukukan tiga kali seri untuk lolos ke 16 besar sebagai salah satu peringkat ketiga terbaik.
Di babak 16 dan delapan besar, A Selecao das Aquinas seperti meneruskan ketidakfavoritan diri dengan kegagalan menang dalam 90 menit.
Namun, mereka bisa melangkah ke semifinal setelah menang melalui perpanjangan waktu di perdelapan final dan via adu penalti di perempat final.
Baru di semifinal Portugal menang dalam waktu normal atas Wales. Peningkatan itu pun tak menaikkan status mereka. Apalagi, lawan di final adalah tim yang menjanjikan sejak awal kompetisi di depan publik mereka, Prancis.
Akhir duel di Stade de France adalah senyum Portugal. Berbeda dari sebelum laga.
Kenangan 10 Tahun Lagi
“Tidak ada yang menjagokan Portugal tampil di final dan juara. The Saints serupa di Piala Liga. Tak ada yang memperkirakan kami tampil di final di Wembley,” sebut Cedric dikutip Daily Echo.
Sang bek berujar tentang keharusan Saints menikmati laga, tapi juga mesti menang karena momen seperti itu tak datang setiap saat.
“Kami hanya harus tampil habis-habisan untuk menang, sebab 10 tahun lagi kami ingin mengenang momen hebat itu dan akan melakukan segalanya untuk kembali dan menang lagi. Perasaan serupa saya alami bersama Portugal. Euro tentu merupakan kompetisi yang lebih besar, tapi Piala Liga tetap trofi yang harus kami perjuangkan,” ucap bek kelahiran Jerman itu.
“Ini adalah sebuah final. Seperti yang sering saya katakan, di final, tim tidak perlu tampil bagus. Tim hanya harus menang. Mentalitas itu yang mesti kami sajikan di laga nanti,” lanjut bek kanan berusia 25 tahun itu.
Seperti Portugal ke Stade de France, perjalanan The Saints ke Wembley tidak mudah. Di semifinal, pasukan Claude Puel menyingkirkan Liverpool melalui dua kemenangan.
Di putaran kelima, Soton mengempaskan Arsenal. Klub dari Hampshire itu juga mesti menghadapi lawan dari Premier League di dua babak sebelumnya, yakni Sunderland di putaran keempat dan Crystal Palace di putaran ketiga.
Puel layak mendapatkan pujian karena bisa memaksimalkan pemain pelapis.
Distribusi gol di EFL Cup ini terbagi antara pemain utama dan pelapis.
Pada 1976, Southampton meraih Piala FA, satu-satunya trofi mayor sepanjang sejarah klub. Misi memupus paceklik gelar selama 41 tahun mungkin bisa dipenuhi The Saints jika tampil lepas laiknya nonunggulan, seperti Portugal delapan bulan lalu.