Terverifikasi Administratif dan Faktual oleh Dewan Pers
Kongres PSSI di Bandung, 8 Januari, memunculkan draf regulasi mengejutkan. Federasi sepak bola Indonesia berencana membatasi usia pemain di dua tingkatan kompetisi teratas.
Penulis: Kukuh Wahyudi
Dalam kasta tertinggi yang bakal berlabel Liga 1, PSSI mewacananakan bakal membatasi klub jika ingin mengontrak pemain berusia di atas 35 tahun, yakni hanya boleh dua nama.
Selain itu, klub pun diwajibkan mengontrak minimal lima pemain U-23 yang tiga di antaranya diharuskan turun sebagai starter.
Di Liga 2, klub hanya boleh mengontrak lima pemain yang berusia di atas 25 tahun. Artinya, kasta kedua akan didominasi oleh nama-nama U-23.
Kebijakan tersebut pun menuai pro kontra, terutama dari sisi bisnis. Batasan pemain seperti itu dianggap dapat menurunkan nilai komersial kompetisi dan klub.
Pemain senior berusia di atas 35 tahun yang seharusnya bisa mendatangkan nilai jual bisa tersingkir akibat kebijakan tersebut.
Padahal, masih ada beberapa nama, sebut saja Cristian Gonzales (Arema) dan Bambang Pamungkas (Persija). Kehadiran dua sosok itu dikatakan manajemen klub bisa mendatangkan sponsor.
Begitu juga pemain dengan usia emas bisa tergusur karena klub lebih memilih mengontrak nama U-23 untuk sekadar menjalankan regulasi. Walhasil, kualitas tim bisa berkurang sehingga tak menarik dari mata sponsor.
Anggota Komite Eksekutif (Exco) PSSI, Hidayat, mengakui bahwa memunculkan kebijakan tersebut bukan tanpa gejolak.
Baca Juga:
"Bicara football for business, teman-teman LSI (kasta tertinggi) protes. Apakah sponsor masih tertarik untuk membiayai kompetisi kita? Kenapa LSI ada pembatasan usia U-23?," ucap Hidayat memberikan contoh gejolak yang terjadi.
"Kami sadar sepak bola dari sisi bisnis bisa menjadi sirkulasi uang dan lahan pekerjaan bagi saudara-saudara kita. Maka, semua ini kami lakukan semata-mata untuk perbaikan sepak bola Indonesia," ucapnya melanjutkan.
Rubuhkan Fondasi
Di Liga 2, tantangan akan lebih berat lagi. Dengan adanya pembatasan pemain dipastikan nama-nama dengan rentang usia 25-30 yang tak laku di LSI tetapi masih relatif bagus dalam hal teknis dan nilai jual, bisa terhalang masuk.
Hal ini seolah merubuhkan fondasi industri Divisi Utama, yang selama ini dibangun agar bisa mandiri dalam sisi komersial, tak lagi menyusu pada LSI.
Bagi Hidayat, andaikan pembatasan usia itu resmi dilakukan, operator kompetisi dan klub harus memikirkan cara jitu agar nilai komersial sepak bola dalam negeri tak berkurang.
PSSI masih optimistis kebijakan seperti itu tak menurunkan minat perusahaan untuk mensponsori kompetisi ataupun klub.
"Klub yang akan berhitung siapa pemain yang lebih menguntungkan, baik dari sisi teknis dan bisnis," kata sosok yang matang sebagai pengelola klub amatir tersebut.
"Suatu kekeliruan kalau memilih pemain yang tak menguntungkan keduanya. Di situlah tantangan manajer untuk mengelola suatu klub," ujarnya.