Terverifikasi Administratif dan Faktual oleh Dewan Pers
“Baleho!” Teriak seseorang dari pohon kelapa. Teriakan "baleho" yang berarti ada ikan paus pun menggema. Bersahut-sahutan orang yang meneriakkannya.
Penulis: Gonang Susatyo
Saat itulah para lelaki meninggalkan semua pekerjaan dan berlarian menuju pantai.
Peledang atau perahu yang digunakan untuk berburu ikan paus dibawa bersama-sama ke pantai dan dimulailah perburuan ikan paus di Pulau Lembata, Nusa Tenggara Timur (NTT).
Berburu ikan paus menjadi tradisi masyarakat di Pulau Lembata yang sudah berlangsung secara turun-temurun. Tradisi yang sudah menjadi ikon budaya NTT dan kini menjadi atraksi wisata yang menarik turis dari dalam maupun luar negeri.
Berburu ikan paus tak sekadar menaklukkan raksasa samudera.
Ada filosofi dari kisah perburuan paus yang membentuk para pemburu memiliki keyakinan kuat, pantang menyerah, disiplin, tangguh, berkarakter dan yang terutama memiliki hati yang bersih.
Filosofi ini yang menginspirasi berdirinya SMAN Keberbakatan Olah Raga (SKO) Flobamora di Kupang, NTT, pada 2016. SKO memiliki visi membentuk atlet yang disiplin, tangguh, dan berkarakter.
Karena terinspirasi dari kisah perburuan ikan paus di Lembata, SKO pun menggunakan lambang ikan paus dengan patungnya di depan sekolah.
“Mereka yang tergabung dalam tim perburuan ikan paus harus tangguh, disiplin dan punya karakter. Mereka juga harus merupakan pekerja keras dan pantang menyerah karena berburu ikan paus itu tidak mudah,” ucap Lambertus Hurek, Kepala SKO.
"Tak hanya itu, karena ini tim jadi harus ada kerja sama dan kekompakan. Lebih dari itu para pemburu harus memiliki hati yang bersih," katanya.
“Pemburu yang sedang cekcok dengan istri atau keluaganya tidak diizinkan berburu. Rumah tangganya harus aman dan tenteram. Bila tidak, perburuan bakal mendapat halangan. Jadi, siswa SKO dididik menjadi atlet yang disiplin, tangguh, dan memiliki karakter. Dia harus berhati bersih, yang berarti jujur dan menjunjung sportivitas,” tutur Lambertus lagi.
Solusi
Menurut Hurek, SKO didirikan untuk menjadi solusi pencarian bibit bertalenta di NTT. Tidak hanya atlet sepak bola, tapi juga cabang-cabang olah raga lain.
Didirikannya SKO ini merupakan bentuk keprihatinan terhadap siswa yang berprestasi di cabang olah raga, yang ironisnya gagal di akademik. Nilai-nilai pelajaran mereka selalu rendah karena tidak bisa mengikuti pelajaran dengan baik di sekolah umum.
“Siswa yang punya prestasi di cabang olah raga tidak bisa menyesuaikan diri dengan jadwal sekolah umum. Waktu mereka dihabiskan untuk berlatih,” kata Lambertus Ara Tukan, Sekretaris Umum Asprov PSSI NTT.
Baca Juga:
"Lelah karena berlatih, akibatnya mereka mengantuk dan tertidur saat pelajaran di kelas. Berbeda bila mereka bersekolah di SKO. Sekolah yang menyesuaikan jadwal latihan siswa. Dengan demikian, siswa tidak mengalami kesulitan mengikuti pelajaran. Harapannya, prestasi akademik siswa tidak turun, prestasi olah raga mereka juga terus naik," ucapnya.
Menurut dia, SKO menjadi solusi untuk mendapatkan pesepak bola bertalenta. Pasalnya, atlet yang masuk SKO berasal dari berbagai daerah di NTT. Saat dilakukan seleksi untuk pembentukan tim yang tampil di salah satu ajang sepak bola, daerah tidak perlu mengirim atletnya.
“Bila mengirim atlet ke Kupang untuk seleksi dibutuhkan dana yang tidak kecil. Jadi, siswa dari SKO yang dipanggil mengikuti seleksi. Apalagi, mereka yang terbaik di daerahnya,” ujar Tukan.
"Pembinaan pesepak bola muda tetap dilakukan meski NTT tidak memiliki klub profesional dan sarana maupun prasarana untuk sepak bola masih minim. Tapi, hal ini tak mengurangi semangat kami untuk melakukan pembinaan," tuturnya.
Ya, SKO diharapkan melahirkan atlet yang meraih kejayaan dan menjadi kebanggaan NTT. Seperti tradisi berburu ikan paus. Bila perburuan membawa hasil, mereka merasa bangga karena telah meraih kejayaan.