Terverifikasi Administratif dan Faktual oleh Dewan Pers

Debat Pengaruh Jadwal Padat EPL Terhadap Timnas Inggris Masih Sebatas Asumsi

By Sabtu, 24 Desember 2016 | 13:02 WIB
Manajer timnas Inggris, Gareth Southgate, memperhatikan aksi kapten Wayne Rooney dalam laga Kualifikasi Piala Dunia 2018 lawan Malta di Wembley Stadium, 8 Oktober 2016. (IAN KINGTON/AFP)

Premier League musim lalu, edisi 2015/16, menjadi salah satu yang spesial. Premier League sengaja mengawali liga lebih dini, per 8 Agustus. Salah satu tujuannya, supaya tim nasional Inggris bisa berprestasi lebih baik di ajang Euro Prancis 2016.

Penulis: Rizki Indra Sofa

Dengan asumsi start lebih awal, otomatis liga juga berakhir lebih cepat. Alhasil, pelatih Tim Tiga Singa saat itu, Roy Hodgson, pun diharapkan punya waktu lebih dari cukup buat mempersiapkan tim yang lebih baik buat bersaing serius di Euro 2016.

Realitasnya, perubahan itu tak membantu banyak. Inggris lolos cuma sebagai runner up Grup B di bawah Wales. Sampai di babak 16 besar, mereka berjumpa Islandia, tim mudah dan notabene berstatus debutan putaran final Euro.

Alih-alih menang meyakinkan, Tim Tiga Singa malah kalah 1-2. Roy Hodgson dipecat dan para superstar Inggris tetap tak mampu menunjukan kebintangan, seperti di Premier League.

Niatan sudah baik, mengawali liga lebih dini. Cuma, keberadaan tradisi festive season di Inggris tak bisa dimungkiri juga menggerus stamina para pemain. Negara lain barangkali tak terlalu terpengaruh lantaran sebagian kecil saja pemain yang merumput di EPL.

Namun, timnas Inggris, mengandalkan pemain domestik yang relatif tersebar di klub-klub lokal saja. Otomatis mereka juga merasakan kelelahan bertarung di jadwal padat ini.

[video]https://video.kompas.com/e/5257678881001[/video]

Mereka yang duduk di bangku kepelatihan Inggris sudah berkali-kali menyuarakan perubahan buat hasil yang lebih baik, tapi agaknya situasi sulit berubah.

Lagi-lagi balik ke permasalahan tradisi, serta bisa jadi besaran uang yang berputar di Premier League itu sendiri. Apalagi tak semua bos Inggris merasa perlu adanya winter break.