Terverifikasi Administratif dan Faktual oleh Dewan Pers
Tren sejumlah penampilan apik di pengujung musim kemarin, ditambah gol di final Liga Champions, mampu diteruskan Yannick-Ferreira Carrasco saat Atletico Madrid melakoni musim 2016/17.
Penulis: Sapto Haryo Rajasa
Gelandang serang asal Belgia ini malah mampu mencuat di antara deretan personel reguler Atleti. Di kancah La Liga, Carrasco mampu menyuplai timnya dengan raihan lima gol dan dua assist.
Di panggung LC, ia menambah dua gol dan satu assist sehingga menjadikan dirinya menduduki tangga kedua di sepasang klasemen tersebut.
Carrasco berada di bawah Antoine Griezmann, yang mengemas 9 gol dan 5 assist. Bermodal sumbangsih apik ini, wajar apabila Carrasco nyaris selalu masuk ke dalam starting XI Los Colchoneros.
Perannya di sayap kiri dalam sistem 4-4-2 jelas jauh lebih optimal ketimbang Koke atau Saul Niguez, yang selama ini secara bergantian atau berbarengan menempati kedua wilayah sayap.
Imbasnya, Diego Simeone selaku pelatih sampai harus mengorbankan satu gelandang bertahan guna mengakomodasi keberadaan Carrasco.
Kebetulan Tiago Mendes dan Augusto Fernandez terlilit cedera sehingga pilihan daruratnya adalah mematok Koke di pos gelandang bertahan kembar bareng Gabi Fernandez.
Atleti sukses menggelontorkan 25 gol dan kemasukan 11 gol di La Liga. Jumlah 25 gol mengalami peningkatan dari 17 gol yang dicetak dalam durasi sama di musim 2015/16.
Satu-satunya pos yang paling sering mengalami perombakan personel adalah sayap kanan, di mana Saul dan Nicolas Gaitan secara bergantian tampil sejak sepak mula.
Harus diakui bahwa formasi ini mendatangkan daya ofensif yang jauh lebih meledak-ledak.
Atleti sukses menggelontorkan 25 gol dan kemasukan 11 gol di La Liga. Jumlah 25 gol mengalami peningkatan dari 17 gol yang dicetak dalam durasi sama di musim 2015/16.
Sementara itu, 11 gol yang masuk ke gawang Jan Oblak hanya kalah dari Villarreal (8 gol) dan Real Madrid (10 gol).
Artinya, secara tak langsung kita bisa melihat adanya peningkatan kesuburan armada Simeone di musim ini. Kecenderungan untuk lebih ofensif ini pun tak terlalu memengaruhi kesolidan di lini belakang, jika parameternya adalah sesama pesaing lain di Primera.
Dua Kali Lipat
Akan tetapi, jika komparasinya adalah skuat Atleti sendiri di musim kemarin, Alteti jelas layak mulai berlaku khawatir. Sebabnya, dalam 12 pekan awal musim 2015/16, Oblak baru enam kali memungut bola dari dalam jalanya.
Artinya, rekor kebobolan Atleti naik hampir dua kali lipat.
Boleh percaya atau tidak, Carrasco memiliki andil tak langsung dalam ukiran rekor buruk Atleti ini.
Dengan agresivitas tinggi dan keleluasaan bergerak ekstra, yang memberikan predikat pemain terbaik La Liga untuk bulan Oktober bagi Carrasco, pemain berusia 23 tahun ini melebarkan jarak dengan rekan-rekannya.
Selama ini Simeone hanya memberikan privilise tersebut kepada Griezmann.
Baca Juga:
Jadi, ketika Griezmann berlari ke sana ke mari dan menyumbang gol maupun assist, 10 pemain lain Atleti berada di posisinya masing-masing. Baik saat menyerang maupun bertahan.
Cerita sukses Simeone selama di Vicente Calderon adalah totalitas setiap pemain di posisinya masing-masing sehingga kesatuan unit tak terganggu.
Carrasco gemar menggocek bola dan melewati lawan. Total 30 kali dribel sukses saat melewati lawan adalah buktinya.
Namun, ketika ia melakukannya, Griezmann pun begitu, sehingga pemain yang fokus pada posisi aslinya berkurang satu. Dengan kebiasaan Koke yang juga gemar naik, berarti tinggal delapan pemain yang harus menutup lubang-lubang yang mereka tinggalkan.
Ketika kekalahan dari Sevilla dianggap sebuah slip, tapi kemudian berlanjut pada kekalahan kedua dan ketiga, berarti sistem anyar Atleti butuh pertimbangan ulang.
Walaupun secara ofensif lebih maut, tapi jika kompensasinya adalah luber gol (untuk ukuran Atleti), Simeone harus kembali memilih pion yang lebih “patuh”.